Berkah Makam Syaikh Maulana Malik Ibrahim

Editor

Zed abidien

Seorang peziarah, membaca lafalan surat dan doa saat menghadiri Haul Wali Syeh Abdullah Mudzakir di Desa Bedono, Sayung, Demak, Jawa Tengah, 25 September 2014. TEMPO/Budi Purwanto
Seorang peziarah, membaca lafalan surat dan doa saat menghadiri Haul Wali Syeh Abdullah Mudzakir di Desa Bedono, Sayung, Demak, Jawa Tengah, 25 September 2014. TEMPO/Budi Purwanto

TEMPO.CO, Gresik - Retno Budi Setianingsih, 53 tahun, mendaras doa di depan makam Syeikh Maulana Malik Ibrahim. Putranya tampak mengayun-ayunkan kepala ke kiri dan ke kanan, khusyuk berdzikir. Di depannya terbentang dua makam lainnya, berhias ornamen dengan ukuran yang berbeda. Yang di tengah adalah makam istri wali tertua di pulau Jawa itu, Sayyidah Siti Fatimah dan di ujung satunya lagi adalah makam putranya, Syaikh Maulana Maghfur.

“Saya sempatkan ke sini mumpung libur kantor sebentar,” ujar Retno yang berasal dari Jakarta itu saat ditemui Tempo, Senin, 13 Juni 2016. Ia mengakui, berziarah ke makam Wali Songo menjadi tradisinya tiap pulang ke Jawa Timur. Hal itu dilakukannya bersama putra semata wayangnya, yang tahun ini memasuki bangku kuliah.

Biasanya, Retno berziarah ke makam para wali dan tokoh penyebar agama Islam di sekitar Gresik dan Surabaya. Sehari sebelumnya, ia telah mengunjungi makam Syaikhona Kholil di Bangkalan, Madura, dan Sunan Ampel di Surabaya. “Sebelum ke sini, tadi sudah ke makam Sunan Giri. Enak, sepi,” kata dia.

Selain itu, tak tampak pengemis yang jamak ditemui di kompleks wisata religi dan Wali Songo lainnya. Ia membandingkan makam Sunan Gunung Jati di Cirebon, yang cenderung kumuh, banyak pengemis, dan petugas yang tak ramah. “Di sana banyak petugas yang memaksa peziarah mengisi setiap kotak infaq,” keluhnya.

Juru kunci makam Maulana Malik Ibrahim, Muhammad Bashir mengatakan, bulan Ramadan memang bukan bulan favorit para peziarah. Pada hari-hari biasa seperti pada bulan Syaban, Rajab, Syawal, dan Muharram, jumlah pengunjung bisa mencapai 5.000 orang. “Kalau bulan puasa hanya berkisar puluhan orang saja. Sepertinya orang lebih suka beribadah di masjid atau di rumah dibandingkan berziarah wali,” ujar dia.

Makanya, pihak pengelola makam memanfaatkan bulan Ramadan untuk memperbaiki beberapa fasilitas bagi peziarah. Tahun ini, tempat wudhu diperluas agar peziarah tak perlu mengantre panjang saat ingin menunaikan salat. Lantai yang keramiknya retak-retak, juga diperbaiki. Perbaikan itu dilakukan saat suasana lengang, agar tak mengganggu pengunjung.

Biaya perbaikan itu diperoleh dari infaq yang diberikan oleh peziarah, yang ramai berkunjung di kala ramai. Bahkan, tiap bulan pengurus makam mampu membagikan dua ton beras kepada ratusan fakir miskin berkat dana infaq tersebut. “Inilah bukti, bahwa seseorang yang sudah meninggal (Maulana Malik Ibrahim, Red) dapat menghidupi yang masih hidup,” tutur Bashir.

Penyebar agama Islam yang juga disebut Maulana Maghribi itu, datang ke Tanah Jawa sekitar tahun 1379 Masehi pada zaman Majapahit. Makamnya terletak di pusat kabupaten Gresik, tepatnya di Desa Gapuro Sukolilo. Kompleks pemakamannya dikelilingi oleh makam keluarga dan umum, termasuk makam Bupati Gresik yang pertama yaitu Raden Pusponegoro.

ARTIKA RACHMI FARMITA