Tarawih Kilat di Blitar, NU Minta Tak Abaikan Substansi  

Salat Tarawih. TEMPO/Aris Novia Hidayat
Salat Tarawih. TEMPO/Aris Novia Hidayat

TEMPO.COBlitar – Jemaah masjid Pondok Pesantren Mambaul Hikam, Kecamatan Udanawu, Kabupaten Blitar, melaksanakan salat tarawih superkilat. Sebanyak 23 rakaat dituntaskan hanya dalam tempo tujuh menit. Tarawih kilat diikuti ratusan jemaah yang luber hingga halaman masjid, seperti terlihat pada Kamis, 9 Juni 2016.   

Keunikan terjadi saat bilal mengumandangkan ikamah tanda mulainya salat isya berjemaah disusul dengan salat tarawih. Saking kilatnya bacaan surat Al-Fatihah, ratusan jemaah yang baru saja berdiri mendadak berseru “Amin” hanya selang beberapa detik. 

Detik berikutnya, semua jemaah, baik tua, muda, hingga anak-anak, bergerak cepat menyelesaikan rukuk, sujud, hingga salam dalam waktu singkat. Jeda waktu pergantian gerakan salat dilakukan kurang dari dua detik.

Bacaan surat oleh imam juga tak terdengar jelas, tapi lamat-lamat seperti suara meracau. Saking cepatnya gerakan salat tersebut hingga tak memberikan kesempatan kepada jemaah untuk sekadar menarik napas setelah salam.

Seusai tarawih, para santri tak langsung pergi. Mereka duduk bersimpuh membuat jalan untuk lewatnya pengasuh pondok, KH Dliya’udin Azzamzamm, turun dari masjid.  Dliya’udin mengatakan tarawih kilat tersebut telah dilaksanakan secara turun-temurun sejak 1907. 

Pada awalnya, Kiai Abdul Ghofur, pendiri Mambaul Hikam, melaksanakan salat tarawih dengan normal. Namun tak banyak umat Islam di sekitar pondok yang tertarik mengikuti tarawih. “Mereka berdalih sedang sibuk bekerja,” kata Dliya’udin. 

Abdul Ghofur berinisiatif mencari pendapat ulama untuk melaksanakan tarawih dengan singkat. Hingga akhirnya pelaksanaan salat tarawih pun dilakukan supercepat dengan tidak meninggalkan syarat dan rukun salat yang ditentukan. 

Meski menimbulkan polemik, tarawih supercepat itu diminati warga. Hal ini terlihat dari membeludaknya jemaah yang datang dari luar pondok. “Imamnya sudah menjamin tak melanggar syariat,” ujar Alimin, salah satu jemaah yang sudah bertahun-tahun mengikuti tarawih di tempat itu.

Wakil Rais Am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Miftahul Achyar merasa prihatin dengan salat superkilat itu karena dianggap mengabaikan substansi dari tarawih. Menurut dia, secara bahasa, kata tarawih merupakan bentuk jamak dari kata tarwihah yang berarti istirahat. Karena itu, salat yang baik seharusnya tidak menghilangkan tumaninah dalam setiap gerakannya. “Apalagi dilakukan dengan tergesa-gesa,” tuturnya.

HARI TRI WASONO


Video Tarawih Kilat