Ramadan, Optimalisasi Waktu buat Ibu Bekerja

Ilustrasi Ibu bekerja. Shutterstock.com
Ilustrasi Ibu bekerja. Shutterstock.com

TEMPO.CO, Jakarta - Tatkala bulan suci Ramadan tiba, ibu yang sibuk bekerja kerap dilanda ketakutan. Bukan tentang ketakutan tak bisa menjalankan ibadah puasa dengan khusuk, melainkan tentang ketakutan karena tidak bisa melewatkan Ramadan bersama keluarga.

Bahkan para ibu banyak yang menghabiskan waktu dengan bekerja hingga larut malam. Membuat mereka melewatkan kewajiban untuk bisa pulang lebih cepat ke rumah dan menyiapkan santapan berbuka untuk suami dan anak-anak. Besar keinginan untuk bersama-sama keluarga, tapi pekerjaan kadang tidak mengenal kata tunda.

“Karier dan pekerjaan tampaknya masih sulit berdamai dengan urusan keluarga, termasuk di bulan Ramadan. Bukan saja job desc yang harus berjalan sebagaimana mestinya, proyek dan target yang mengejar silih berganti dan telah menumpuk jauh hari sebelum Ramadan datang,” analisis Anggia Chrisanti, konselor dan terapis di Biro Konsultasi Psikologi Westaria.

Anggia menambahkan, “Dan ini kita bicara tentang Indonesia, yang kendati berpenduduk Islam terbanyak tapi tidak menerapkan hukum Islam murni. Ketika azan berkumandang pun, sering kali kita masih melakukan pekerjaan,” imbuh Anggia.

Tapi, Ramadan hanya sekali dalam satu tahun, lo. Tidak bisakah keluarga orang-orang sibuk mendapatkan sedikit perhatian yang lebih ketimbang bulan-bulan lainnya? Dan tidak bisakah orang-orang sibuk ini memiliki lebih banyak waktu bersama keluarga walau itu hanya di bulan Ramadan?

Sayang, sepertinya tidak terlalu bisa. Terutama bagi yang posisinya masih bekerja untuk orang lain, seperti menjadi karyawan di perusahaan, atau berprofesi di bidang jasa. Lagi pula, kita tidak bisa meminta keistimewaan dalam bekerja. Hanya karena puasa, lantas tidak bekerja demi menghabiskan waktu bersama keluarga. “Karena sesungguhnya, janganlah Ramadan dijadikan beban dan penghalang dalam bekerja,” ujar Anggia.

Uniknya, orang-orang sibuk cenderung menjadi lebih sibuk lagi ketika memasuki Ramadan. Di luar urusan pekerjaan, banyak kegiatan yang sifatnya sosial juga menuntut kehadiran mereka secara mendadak. Entah itu sekadar gathering relasi perusahaan, buka puasa bareng rekan-rekan sekantor, undangan buka puasa dari klien, sahur bersama di panti asuhan, dan sebagainya. Bagaimana mengatasinya?

Berikut beberapa tip yang bisa dipertimbangkan:

- Hitung skala prioritas. Lihat dengan saksama semua agenda terutama yang di luar jam kantor. Buat dan pilah menjadi: penting-tidak terlalu penting-tidak penting. Artinya, jangan semua agenda itu dipenuhi. Selain bisa jadi waktunya bentrok, kita juga harus pandai mengatur waktu agar tidak habis untuk di luar rumah. 

- Untuk acara-acara penting, tentu tidak bisa (dan tidak etis) untuk dihindari. Tapi untuk yang tidak terlalu penting, satu per satu kita telaah lagi. Baik waktu, tempat, maupun kepentingannya. Kalau sekiranya bisa kita meminta teman atau rekan kerja untuk menggantikan atau mendelegasikannya kepada orang lain, alangkah baiknya.

- Dari semua acara yang sudah kita tetapkan untuk kita hadiri, coba kita tanyakan kepada pihak pengundang, apa memungkinkan membawa keluarga--pasangan atau anak--sehingga walaupun berada di luar rumah, kita tetap bisa bercengkerama bersama keluarga.

- Untuk acara yang tidak terlalu penting, kita harus mampu menolak dengan cara yang baik dan halus dengan alasan yang tepat.

- Selebihnya, sebisa mungkin, tidak perlu menunggu akhir minggu jika ingin mengunjungi orang tua, mertua, datang ke rumah saudara, atau mengundang saudara ke rumah untuk sekadar berbuka puasa bersama. Dengan pintar mengatur waktu, Ramadan bersama keluarga juga dapat dinikmati orang-orang sibuk.

TABLOIDBINTANG