Tutut, Primadona Baru untuk Berbuka Puasa  

Sayur tutut pedas buatan Iwan, warga Kalijati Subang, Jawa Barat, laku keras diburu para penikmatnya. Dalam sehari, sayur tutut pedasnya laku sekitar tiga kuintal. Tempo/Nanang Sutisna
Sayur tutut pedas buatan Iwan, warga Kalijati Subang, Jawa Barat, laku keras diburu para penikmatnya. Dalam sehari, sayur tutut pedasnya laku sekitar tiga kuintal. Tempo/Nanang Sutisna

TEMPO.COBandung - Memasuki Ramadan, masyarakat mulai ramai menjual takjil dan penganan untuk berbuka puasa di pinggir jalan. Aneka kudapan, seperti kolak, bubur pacar, ataupun es buah, diburu masyarakat menjelang azan magrib. Selain kudapan manis dan segar, penganan tradisional juga banyak dicari masyarakat menjelang berbuka.

Salah satu penganan tradisional yang banyak dicari masyarakat adalah tutut. Tutut merupakan olahan makanan yang terbuat dari hewan air, yaitu siput kali, yang direbus bersama tumisan bumbu kuning. Rasanya sedikit pedas. 

Untuk yang baru pertama kali mencoba mungkin terasa aneh. Namun, untuk masyarakat Bandung dan warga Jawa Barat umumnya, tutut sudah dikenal sebagai makanan pembuka yang nikmat.

"Rasanya enak, gurih. Dari dulu, kalau buka puasa, selain gorengan atau kolak, ya cari tutut. Kuahnya juga enak dimakan sama nasi atau gorengan panas. Harganya juga murah," ujar Ayu, seorang pembeli tutut, Senin, 6 Juni 2016.

Selain rasa yang enak, keunikan dari tutut adalah teknik memakannya yang membutuhkan sedikit kesabaran. Anda harus mengisap bagian belakang tutut dengan cukup keras agar daging tutut tersebut keluar dari dalam cangkangnya. Jika tak mau repot mengisapnya, Anda bisa menggunakan tusuk gigi untuk mencongkel keluar daging tutut tersebut.

Dani, seorang penjual tutut di kawasan Tamansari, Bandung, mengatakan, selama Ramadan, dalam sehari ia bisa menjual habis 5-10 kilogram tutut bumbu. Pembelinya beragam, dari anak kecil sampai orang tua. Dani menggunakan resep buatan neneknya sejak dulu tanpa mengubahnya sama sekali. 

"Ukuran tutut yang saya pakai juga yang kecil dan sedang saja, kalau yang besar rasanya kurang gurih dan kadang sedang bertelur, jadi tidak enak dimakan," kata Dani. Alhasil, tutut buatan Dani pun jadi favorit pembeli.

DWI RENJANI