Menjadi Pendakwah di Permukiman Suku Tengger

Editor

Suseno TNR

Mualaf Tengger merayakan Maulid Nabi Mhammad di Masjid Al Hidayah, Dusun Bakalan, Desa Argosari, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Rabu malam, 23 Desember 2015. TEMPO/David Priyasidharta
Mualaf Tengger merayakan Maulid Nabi Mhammad di Masjid Al Hidayah, Dusun Bakalan, Desa Argosari, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Rabu malam, 23 Desember 2015. TEMPO/David Priyasidharta

TEMPO.CO, Lumajang - Didin Pratanto sudah sepuluh tahun berdakwah di Desa Argosari, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang. Desa ini merupakan salah satu permukiman suku Tengger, selain Desa Ranupani di Kabupaten Lumajang.

Desa Argosari berada di ketinggian lebih dari 1.500 meter di atas permukaan laut dengan mayoritas penduduknya menjadi petani sayur. Desa yang menjadi sentra tanaman kentang, bawang daun, dan kubis ini berbatasan dengan wilayah Kabupaten Probolinggo. Lebih dari seribu mualaf suku Tengger tersebar di empat dusun di desa ini. Dusun-dusun tersebut adalah Bakalan, Pusung Duwur, Gedog, dan Argosari.

Didin merupakan salah satu pendakwah aktif di kawasan Tengger. Tangan dinginnya membuat banyak warga Tengger menjadi mualaf. “Selama ini kami masuk untuk berdakwah dengan cara yang lemah lembut serta akhlakul karimah," kata Didin. "Hal yang baik kami contohkan kepada mereka.”

Salah satu kiat Didin dalam berdakwah adalah mendatangi warga yang sedang berada di kebun. “Ketika mereka beristirahat, saya beri permen dan ajak mereka ngobrol," katanya. Ketika akan meninggalkan tempat itu, Didin memberikan sisa permen berikut bungkusnya kepada petani itu.

Pendekatan juga dilakukan melalui anak-anak. “Barangkali ada anak-anak yang berkumpul, kami bagikan kue dan makan bersama, mengobrol, silaturahim ke rumah-rumah. Tidak mebeda-bedakan baik yang muslim maupun non muslim, kami ajak mengobrol. Ini untuk mengakrabkan,” kata dia.

Berdakwah di Tengger, kata Didin, adalah pekerjaan berat tetapi mulia. Kunci utamanya adalah bagaimana bisa diterima di masyarakat terlebih dulu. “Karena sepintar apapun dan sehebat apapun, kalau masyarakat tidak mau, siapa yang mau diajarin,” katanya.

Bagi Didin, berdakwah di Tengger adalah memperkenalkan Islam. Sebab sebagian besar penduduk di sana memang benar-benar belum tahu Islam itu apa. "Target dakwah di Tengger yang pertama adalah untuk menyampaikan Islam Rahmatan Lil Alamin, menyampaikan dan mengenalkan Allah dan Rasulullah kepada warga Tengger."

Di Desa Argosari, ada beberapa level pemahaman pada diri mualaf. Mualaf yang sudah lama, sudah dikenalkan dengan puasa sunnah, salat sunnah dan sebagainya. Jamaah di Desa Argosari ini masih campur karena masih ada mualaf yang baru beberapa hari atau beberapa bulan.

Di Masjid Al Hidayah, Dusun Bakalan, baru-baru ini digelar pernikahan secara Islam. Ini ritual pernikahan Islam pertama kali. “Kalau pemakaman secara Islam pertama kali sudah sekitar 8 tahunan lalu. Kalau pernikahan Islam pertama baru terjadi beberapa hari yang lalu,” kata Didin. Dengan pertumbuhan jumlah mualaf yang banyak, Didin mengatakan senang sekali dengan perkembangan jamaahnya.

“Yang selama ini menjadi tanggung jawab kami, salah satunya ketika anak-anak menginap di masjid, kemudian makan sahur di masjid hingga buka puasa di masjid. Kami juga mempunyai tanggung jawab untuk menyiapkan konsumsinya. Alhamdulillah selama ini tidak pernah kerepotan, tidak pernah kekurangan. Kami menghubungi teman-teman di Malang, Surabaya, Jakarta untuk saling membantu dakwah di Argosari,” kata dia.

DAVID PRIYASIDHARTA