Cegah Jual-Beli Uang Lebaran, Bank Indonesia Lakukan Hal Ini

Penyedia jasa penukaran uang di pinggir jalan. TEMPO/Fully Syafi
Penyedia jasa penukaran uang di pinggir jalan. TEMPO/Fully Syafi

TEMPO.CO, Kediri - Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kediri Djoko Raharto mengatakan pihaknya membuka layanan penukaran uang Lebaran mulai 7 Juni 2016. Sebanyak 53 lembaga bank umum di wilayah Kediri, Madiun, dan Ponorogo pun dilibatkan. Mereka akan menyediakan loket penukaran uang dan kas keliling di tempat-tempat umum.

“Kami mendorong masyarakat menukarkan uang di lembaga perbankan,” kata Djoko kepada Tempo, Kamis, 2 Juni 2016.

Djoko menuturkan layanan jemput bola keliling di pusat keramaian kota juga akan ditingkatkan untuk meminimalisasi jasa penukaran uang yang marak di pinggir jalan. Demikian pula dengan jumlah uang yang disediakan. Jumlahnya, kata dia, diperbanyak menjadi Rp 5 triliun untuk kebutuhan Lebaran tahun ini. Jumlah ini lebih besar daripada 2015, yang hanya Rp 4,1 triliun, dan 2014 Rp 3,45 triliun.

Penambahan jumlah uang ini, menurut Djoko, dilakukan untuk menghadang bisnis jasa penukaran uang lebaran yang dikendalikan cukong dari Solo. Setiap menjelang Lebaran, mereka menyebar orang di berbagai kota untuk menjajakan uang pecahan kertas di pinggir jalan.

Sebab, dalam jual-beli uang Lebaran, dengan Rp 100 ribu yang ditukar, konsumen hanya akan menerima Rp 80 ribu. Praktek itu sempat mendapat sorotan dari ulama yang menganggapnya riba karena dianggap menjual-belikan uang.

Untuk menghilangkan praktek tersebut, Bank Indonesia akan menyediakan pecahan Rp 20 ribu sebanyak satu pak senilai Rp 2 juta, pecahan Rp 10 ribu satu pak senilai Rp 1 juta, pecahan Rp 5 ribu satu pak senilai Rp 500 ribu, dan pecahan Rp 2 ribu satu pak senilai Rp 200 ribu. Masyarakat boleh menukar uang RP 3,7 juta per orang.

“Selain menghindari kerugian, kami meminta masyarakat menukarkan uang di bank untuk mengurangi risiko peredaran uang palsu,” kata Djoko.

Kebijakan baru Bank Indonesia itu disambut baik masyarakat. Sebab, selama ini, mereka terpaksa memanfaatkan jasa penukaran uang karena malas mengantre di bank. “Lagian malu kalau mau nukar uang kecil,” kata Ikaningtyas, ibu rumah tangga di Jalan Veteran Kediri.

Setiap Lebaran, ibu dua anak ini mengaku membagikan amplop kepada ponakan dan tetangga. Meski bukan merupakan syariat Islam, hal itu sudah menjadi tradisi masyarakat Jawa.

HARI TRI WASONO