Meski Macet, Pertigaan Pasar Babat Jadi Jalur Alternatif  

Seorang pekerja meratakan tanah di jalan raya Turi, Lamongan, Jawa Timur (25/8). Perbaikan ini untuk meperlancar arus mudik dan ditarget selesai sebelum hari raya H-7. Foto: ANTARA/Syaiful Arif
Seorang pekerja meratakan tanah di jalan raya Turi, Lamongan, Jawa Timur (25/8). Perbaikan ini untuk meperlancar arus mudik dan ditarget selesai sebelum hari raya H-7. Foto: ANTARA/Syaiful Arif

TEMPO.CO, Lamongan -Pertigaan Pasar Babat, Lamongan, Jawa Timur, menjadi penyebab macet baik saat mudik maupun arus balik Lebaran. Meski rentan macet, Pasar Babat tetap menjadi alternatif pemudik karena menghubungkan Surabaya-Semarang lewat jalur tengah.

Jalur Kota Lamongan-Babat sepanjang 30 kilometer dianggap mampu menampung arus mudik. Jalannya lebar satu jalur dengan, hambatan berupa pasar tumpah. Sedangkan kondisi jalannya lurus dan aspal yang telah diperbaiki sebelum puasa.” Jadi, jalannya sudah mulus,” ujar Juru Bicara Pemerintah Kabupaten Lamongan Sugeng Widodo pada Tempo Minggu 12 Juli 2015.

Selama bertahun-tahun, Pertigaan Pasar Babat, tetap menjadi jalur tumpuan para pengguna jalan. Pasalnya, pertigaan ini, menjadi penghubung jalan dari empat kabupaten sekaligus, yaitu Jombang-Bojonegoro-Tuban dan Lamongan. Jalur segitiga itu, juga menghubungkan Surabaya-Semarang lewat tengah, yaitu Bojonegoro-Blora-Purwodadi. Tetapi, jalur tersebut juga jalan tembus yang menghubungkan jalur tengah menuju ke jalan pantai utara. Yaitu lewat Babat-Widang-Tuban-Rembang-Pati-Kudus dan Demak.

Tetapi, di sepanjang jalan Kota-Lamongan, terkendala oleh beberapa pasar tumpah. Dari arah barat, terdapat Pasar Induk Babat, kemudian pasar tumpat Pucuk, dan pasar tumpah Sukodadi. Selanjutnya, masuk ke Kota Lamongan, lalulintas terganggung lintasan kereta api berlokasi tepat di depan Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan.

Sementara itu, dari Babat menuju ke Kota Bojonegoro sepanjang 36 kilometer, pemudik kerap terganggu pasar tumpah di tiga titik. Yaitu Pasar Baureno, Pasar Sumberejo, dan Pasar Kapas. Meski demikian, di jalur ini, pemudik bisa memanfaatkan rest area di dua titik, yang dibangun Dinas Perhubungan Bojonegoro.

Terdapat tempat peristirahatan di Jembatan Timbang Baureno dan di Kantor Unit Pelayanan Teknis Pengujian Kendaraan Bermotor (UPT-PKB) Lalu Lintas Angkutan Jalan di Kalianyar, sekitar 5 kilometer arah timur Kota Bojonegoro.

Kedua, Kantor Pengujian Kendaraan dan di Kantor Jembatan Timbangan, di Sraturejo, Baureno, Bojonegoro. “Kita sediakan fasilitas gratis,” ujar Kepala Dinas Perhubungan Bojonegoro Iskandar pada Tempo, kemarin.

Sedangkan jalur Kota Bojonegoro-Cepu, Blora sejauh 36 kilometer, juga terkendala tiga titik pasar tumpah. Dari arah timur, terdapat pasar tumpah Pumpungan, juga pasar tumpah Kalitidu, serta pasar tumpah Tobo, Purwosari. Sedangkan memasuki Kota Cepu—yang merupakan kota perbatasan Jawa Timur-Jawa Tengah, titik macet berada di pertigaan Ketapang Kota Cepu. Selain lebar jalan tak lebih dari 10 meter, jalur ini, menjadi penghubung, Kota Rembang-Blora-Padangan, Bojonegoro hingga ke Ngawi.

Pemerintah Bojonegoro sudah menempatkan beberapa pos pengamanan dan pelayanan. Seperti pos di Jembatan Sungai Bengawan Solo—yang berada di perbatasan Bojonegoro-Blora. Kemudian pos di perempatan Padangan—yang menghubungkan ke Kota Bojonegoro-Kota Ngawi dan Blora. Jalur dari Padangan-Ngawi sepanjang 39 kilometer, terdapat beberapa jalan yang harus diwaspadai. Terutama di jalan Hutan Watu Jago. Jalan sepanjang enam kilometer lebih, jalurnya naik-turun, miring dan bergelombang. Lokasinya kerap disebut jalur tengkorak karena kerap terjadi kecelakaan lalu lintas.

SUJATMIKO