Pemodal Besar Diduga Bekingi Jasa Penukaran Uang di Jalanan

Dua penjaja jasa penukaran uang receh di jalanan sekitar kawasan Stasiun Kota, Jakarta (12/7). Bank Indonesia (BI) memperkirakan, kebutuhan uang masyarakat saat Ramadan dan Idul Fitri 2013 mencapai Rp 103,1 triliun. TEMPO/Subekti.
Dua penjaja jasa penukaran uang receh di jalanan sekitar kawasan Stasiun Kota, Jakarta (12/7). Bank Indonesia (BI) memperkirakan, kebutuhan uang masyarakat saat Ramadan dan Idul Fitri 2013 mencapai Rp 103,1 triliun. TEMPO/Subekti.

TEMPO.CO, Kediri-Tim gabungan Kepolisian Resor Kota Kediri dan Bank Indonesia merazia penjaja jasa penukaran uang di pinggir jalan. Dari razia ini terungkap bahwa para penjual uang itu tak bekerja untuk dirinya sendiri, melainkan untuk seorang pemodal dengan sistem bagi hasil.

Razia yang sebenarnya bertujuan mewaspadai beredarnya uang palsu menjelang Lebaran ini menyisir seluruh penyedia jasa penukaran uang di Kota Kediri. Sebab sejak minggu kedua bulan puasa keberadaan mereka mulai menjamur di pinggir-pinggir jalan. Mereka menawarkan penukaran uang recehan mulai pecahan Rp 2 ribu, Rp 5 ribu, Rp 10 ribu, dan Rp 20 ribu.

Satu per satu penjaja uang pecahan itu diperiksa polisi. Tumpukan uang yang dibendel dalam plastik senilai Rp 2 juta dibongkar untuk diperiksa keasliannya. “Kita mencegah ada uang palsu yang terselip di dalamnya,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Kediri Ajun Komisaris Wisnu Prasetyo saat memimpin razia di Jalan Sudanco Supriyadi, Kediri, Rabu 8 Juli 2015.

Di Sudanco Supriyadi ini para penyedia jasa penukaran uang mengular dengan sepeda motor yang diparkir di badan jalan. Mereka menata uang-uang kertas itu di atas jok kendaraan untuk memancing minat pengguna jalan. Setiap bulan puasa kawasan ini menjadi tempat mangkal para penyedia jasa penukaran uang lebaran.

Tak hanya memeriksa keaslian uang, polisi juga mengorek asal-usul uang. Hasilnya seluruh penyedia jasa itu mengaku tak mendapatkan uang  dari Bank Indonesia. Anehnya mereka mengaku tak tahu  asal-usul uang  karena dikirim oleh seorang pemodal bernama Mahfud. “Seluruh penyedia jasa di sini bekerja untuk Pak Mahfud,” kata Plonco, salah satu penyedia jasa asal Kelurahan Bandar, Kecamatan Mojoroto.

Sebagai rakyat kecil Plonco mengaku tak punya modal uang untuk ditukarkan uang pecahan ke Bank Indonesia. Karena itu tawaran menjadi penyedia jasa penukaran uang yang dimodali Mahfud dia terima dengan sistem bagi hasil. Setiap berhasil menjual uangnya, ia mendapat bagian 10 persen. Misalnya, satu bendel uang pecahan Rp 2 ribu senilai Rp 2 juta dibanderol dengan harga Rp 2.200.000.

Dari keuntungan Rp 200 ribu  tersebut mereka menyetorkan kepada Mahfud sebesar 40 persen atau senilai Rp 80 ribu. Sedangkan sisanya sebesar Rp 120 ribu menjadi jatah penyedia jasa. Penyedia jasa itu mengklaim mampu melakukan transaksi penukaran uang hingga Rp 15 juta per hari. Ini berarti keuntungan mereka sehari mencapai Rp 900 ribu, adapun pemodalnya mendapat bagian Rp 600 ribu. “Mendekati Lebaran harga penukaran uang ini makin mahal,” kata Plonco.

Meski keuntungannya terlihat besar, namun uang yang digelontorkan pemodal untuk membiayai bisnis ini juga fantatis. Setiap lapak yang dijaga satu penyedia jasa membutuhkan uang pecahan senilai Rp 20 – 25 juta. Jika hingga usai Lebaran nanti masih banyak uang yang tersisa atau tak terjual, pemodal tinggal menarik dari anak buahnya dan memasukkan ke bank sebagai simpanan.

HARI TRI WASONO