Di Negeri Mayoritas Kristen, Muslim Kenya Berpuasa Khusyuk

Sejumlah umat Muslim Kenya mendengar khotbah setelah selesai melaksanakan shalat Idul Adha berjamaah di Masjid Noor di Nairobi, Kenya, (26-10). (AP Photo/Sayyid Azim)
Sejumlah umat Muslim Kenya mendengar khotbah setelah selesai melaksanakan shalat Idul Adha berjamaah di Masjid Noor di Nairobi, Kenya, (26-10). (AP Photo/Sayyid Azim)

TEMPO.CO, Mombasa - Umat muslim Kenya berjumlah hanya 11 persen dari populasi penduduk negeri itu. Namun mereka hidup damai meski menjadi minoritas di antara warga beragama Kristen.

Mereka telah hidup di Kenya selama berabad-abad di tepi pantai, seperti di Kota Mombasa dan sebelah timur laut negara tersebut.

Selain itu, muslim Kenya hidup bersama di Kisumu dan Ibu Kota Nairobi. Di kota-kota tersebut mereka tinggal dan menjalankan tradisi mereka, bekerja, serta beribadah. Pada Ramadan ini, mereka berbicara tentang bulan suci umat Islam.

Aseef Akram, pedagang daging berusia 25 tahun yang tinggal di Mombasa, ketika ditemui Al Jazeera berbicara tentang semangat Ramadan di kota tempa tinggalnya. "Bagi saya, Ramadan secara spiritual menghubungkan saya dengan Allah, pencipta saya," kata Akram.

Di sebelah barat Kisumu, Fauza Asya Kombo, tampak mengemas dan menjual pisang untuk menyambung hidup. Perempuan ini harus menghidupi anaknya sendiri setelah ditinggal mati suaminya.

Meskipun harus berjuang sendiri dalam mencari nafkah, Fauza berujar, "Ketika tiba saatnya berbuka, kami membagikan sisa makanan untuk tetangga kami yang tidak seiman."

Arafat bin Talebis, siswi kelas VI di tempat penampungan anak yatim, berbicara tentang perdamaian yang diperolehnya dari belajar Al-Quran dan iman dalam hidupnya.

"Bagi saya, Ramadan adalah petunjuk. Jika melakukan kesalahan sebelum Ramadan, saya akan menghindari membuat kesalahan di bulan Ramadan," ucapnya.

AL JAZEERA | CHOIRUL AMINUDDIN