Masjid Raya Nur Alam dari Filosofi 'Tali Berpilin Tiga'  

Editor

Nur Haryanto

Masjid Agung An-nur Pekanbaru tampak diselumti asap pekat dari sisa kebakaran hutan dan lahan sejak sepekan terakhir di Riau, 18 September 2014. TEMPO/Riyan Nofitra
Masjid Agung An-nur Pekanbaru tampak diselumti asap pekat dari sisa kebakaran hutan dan lahan sejak sepekan terakhir di Riau, 18 September 2014. TEMPO/Riyan Nofitra

TEMPO.CO, Jakarta -  Masjid yang didominasi warna kuning ini menjadi saksi bisu perkembangan Kerajaan Siak Sri Indrapura di Riau daratan, serta muasal berdirinya Kota Pekanbaru. Rumah ibadah seluas 60 X 80 meter persegi di Senapelan ini dikenal dengan nama Masjid Raya Nur Alam, yang diambil dari nama kecil pendiri Kota Pekanbaru, Sultan Abdul Jalil Alamudin Syah bergelar Marhum Bukit yaitu Raja Alam.

Pada 1762 Sultan Alamuddin memindahan kerajaan Siak Sri Indrapura dari Mempura Besar ke Bukit Senapelan. Bukit Senapelan selanjutnya dikenal sebagai Kampung Bukit. Dalam tradisi Melayu, sebuah istana kerajaan hendaknya dilengkapi balai rapat dan masjid. Tradisi itu merupakan perwujudan dari filosofi “Tali Berpilin Tiga”, dasar sebuah tata masyarakat Melayu adanya unsur pemerintah, adat, dan agama.

Di masa Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzamsyah (1766-1779), komplek kerajaan ini mengalami kemajuan pesat. Sebagai sebuah pusat pemerintahan, dibangunlah sarana pasar yang saat itu disebut sebagai “Pekan.” Bangunan itu kemudian dinamai “Pekan Baharoe” kemudian menjadi Pekanbaru sampai saat ini.

Bangunannya telah mengalami beberapa kali perubahan dari masjid awal yang berukuran kecil dan terbuat dari kayu. Namun, arsitekturnya hingga saat ini masih dipertahankan keasliannya.

Revitalisasi masjid ini terbagi dalam tiga zona, yaitu zona satu berupa masjid sebagai tempat ibadah, zona dua adalah Islamic Center mewakili balai kerapatan, dan zona tiga merupakan pelabuhan mewakili area istana. Ketiga zona tersebut perwujudan filosofi “tiga berpilin” yang menjadi napas Kerajaan Melayu pada umumnya.

Di area masjid terdapat sebuah sumur tua yang cukup dalam dan diyakini dapat menjadi penawar berbagai penyakit. Pengunjung pun bisa berziarah ke komplek makam Raja Siak, Sultan Alamuddin.

Selain berfungsi sebagai tempat ibadah, pada bulan tertentu, Masjid Raya ini pun dijadikan sebagai salah satu obyek wisata religi andalan Kota Pekanbaru. Wisatawan domestik maupun luar negeri kerap berkunjung ke masjid kuno ini.

TEMPO