Tujuh Kali Ramadan, Masjid Cheng Ho Belum Diresmikan  

Masjid Al-Islam Cheng Ho, Sriwijaya, di jalan Jakabaring, Palembang. (Foto: TEMPO/ Arif Ardiansyah)
Masjid Al-Islam Cheng Ho, Sriwijaya, di jalan Jakabaring, Palembang. (Foto: TEMPO/ Arif Ardiansyah)

TEMPO.CO, Palembang - Masjid Muhammad Cheng Ho Sriwijaya atau akrab disebut Masjid Cheng Ho semakin ramai dikunjungi jemaah pada Ramadan tahun ini. Hampir 24 jam, masjid yang berdiri di tengah permukiman warga di kawasan Jakabaring atau hanya kurang dari 1 kilometer dari kompleks olahraga Jakabaring Sport City (JSC) itu memiliki agenda keislaman.

Ahmad Afandi, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Sumatera Selatan, yang juga pengurus yayasan masjid tersebut, mengatakan jemaah akan semakin ramai ketika tibanya waktu salat lima waktu.

Peletakan batu pertama Masjid Cheng Ho berlangsung pada 2005. Tiga tahun kemudian tepatnya pada 22 Agustus, masjid ini baru dapat digunakan untuk salat Jumat perdana. Bila dihitung, Masjid dengan ornamen khas Tiongkok, Timur Tengah, dan Palembang tersebut sudah memasuki usia tujuh tahun.

Tidak banyak yang tahu jika hingga saat ini ternyata masjid tersebut belum diresmikan penggunaannya oleh siapa pun baik pemerintah ataupun pihak yayasan sendiri. Padahal sudah cukup banyak pemimpin nasional dan tamu negara yang menjalankan ibadah di masjid tersebut termasuk duta MTQ Internasional serta anggota kongres parlemen negara-negara Islam dunia beberapa waktu yang lalu.

Ahmad Afandi atau lebih dikenal sebagai Haji Didi menjelaskan pihaknya bertekad menyelesaikan seluruh bangunan dan fasilitas pendukungnya terlebih dahulu sebelum melakukan peresmian. Menurut Haji Didi, saat ini bangunan utama masjid sudah selesai dibangun yang terdiri atas bangunan dua lantai dengan luas 25 x 25 meter. Dengan memiliki lahan hampir 5.000 meter, pengurus sedang mengembangkan bangunan untuk fasilitas rumah inap tahfiz, ruang bedung, dan tempat memandikan jenazah.

Semua fasilitas tersebut sedang dikerjakan sesuai dengan jumlah dana yang tersedia.  “Meskipun tidak penting tetapi akan tetap ada peresmian pada saatnya nanti,” kata Haji Didi, Rabu, 1 Juli 2015.

Masjid Cheng Ho memang unik dan ‘nyentrik’. Unik karena bangunan itu dibangun dengan nuansa budaya Tiongkok, Timur Tengah, dan Palembang. Disebut nyentrik karena bangunan tersebut menggunakan cat berwarna-warni mirip bangunan rumah ibadah di Negeri Tirai Bambu.

Saat melangkah memasuki halaman masjid, tampak menara masjid yang berbentuk pagoda dengan atap bersusun lima menjulang ke atas. Sementara di atas kubah terpasang lambang bulan bintang. Ini menjadi pertanda bangunan tersebut masjid bukan menara pagoda seperti lazimnya tempat peribadatan masyarakat Konghucu.

Muhammad Roem, jemaah masjid dari Kota Bengkulu, termasuk orang mengagumi bangunan tersebut. Ia pun menyempatkan salat sunat dan zuhur ketika berkunjung ke masjid yang dibangun dengan dana awal sekitar Rp 175 juta itu. Menurut Roem, dari masjid ini pula ia bisa belajar budaya Tiongkok melalui ornamen, warna-warni masjid.

Roem memastikan akan kembali mengunjungi masjid yang terletak sekitar 15 kilometer dari Bandara Sultan Mahmud Badarudin II Itu ketika berkunjung ke Palembang. “Suasananya juga nyaman sehingga tadarusannya jadi bisa bertahan lama,” kata Roem.

PARLIZA HENDRAWAN