Masjid Sultan Tidore Jadi Pusat Syiar Islam di Kawasan Timur  

Editor

Nur Haryanto

Ilustrasi masjid. REUTERS/Amr Abdallah Dalsh
Ilustrasi masjid. REUTERS/Amr Abdallah Dalsh

TEMPO.CO, Jakarta - Di kawasan Timur Indonesia, pengembangan Islam tak bisa dipisahkan dari nama Sunan Giri dan murid- muridnya, Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore, di Maluku Utara. Nah, bukti Tidore sebagai salah satu pusat penyebaran Islam itu salah satunya hingga sampai sekarang berdiri kokoh Masjid Sultan Tidore. Tepatnya di Soasiu, ibukota Pulau Tidore.

Masjid tua itu, umurnya lebih dari 300 tahun, terbuat dari kayu yang sangat besar dan amat keras, dan selama itu tak pernah diganti. Ini salah satu bentuk bangunan Masjid yang menggambarkan kejayaan Kesultanan Tidore dimasa lampau dan keempat kesultanan Islam yang ada di Maluku Utara.

Bahkan dalam catatan, penyebaran Islam di Kokas, Fakfak, Papua, tak lepas dari pengaruh Kekuasaan Sultan Tidore. Pada abad ke-15, Kesultanan Tidore mulai mengenal Islam. Sultan Ciliaci adalah sultan pertama yang memeluk agama Islam. Sejak itulah sedikit demi sedikit agama Islam mulai berkembang di daerah kekuasaan Kesultanan Tidore, hingga menjangkau Kokas.

Di Tidore, Masjid ini dikenal juga dengan sebutan "Masjid Kolano" --dalam bahasa Tidore, "kolano" adalah nama jabatan "sultan" sebelum diganti dengan bahasa Arab. Bangunan kokoh ini disangga oleh empat tiang, dan sengnya pun konon masih buatan Belanda.

Tak kalah menarik di Masjid Sultan Tidore ini, terdapat tempat khusus Sultan Tidore salat, terletak sebelah tempat khatib menyampaikan khutbah, bergorden kuning. Bila Sultan sedang tak ada, tempat itu pun dikosongkan. Kisah ini, seperti juga yang berlaku di Masjid Agung Yogyakarta. Saat ini, jabatan Sultan Tidore dipegang oleh Jaffar Syah yang merupakan sultan ke-38.

Di bagian atap banyak bersarang "burung hujan", burung-burung kecil yang suaranya mencicit menyibak keheningan yang selalu menyelimuti masjid  ini.

TEMPO