Berkat Peci, Pengangguran di Kampung Ini Nol Persen

Pekerja menyelesaikan pembuatan Peci di Rumah Produksi M Iming, Bandung, Jawa Barat, 22 Juni 2015. Untuk memenuhi permintaan selama bulan Ramdhan dan Idul Fitri, M Iming memproduksi peci hingga 600 kodi. TEMPO/Aditya Herlambang Putra
Pekerja menyelesaikan pembuatan Peci di Rumah Produksi M Iming, Bandung, Jawa Barat, 22 Juni 2015. Untuk memenuhi permintaan selama bulan Ramdhan dan Idul Fitri, M Iming memproduksi peci hingga 600 kodi. TEMPO/Aditya Herlambang Putra

TEMPO.COCianjur - Bahan baku menjadi salah satu masalah yang dihadapi perajin peci di Kampung Gentur Desa Jambudipa Kecamatan Warungkondang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Perajin peci di kampung tersebut, Ujang Fahru, 40 tahun, harus membeli bahan baku dari Bandung. “Sebab di Cianjur bahan bakunya sedikit dan sulit dicari. Jika ada pun harganya mahal,“ kata Ujang kepada Tempo di Cianjur, Kamis 25 Juni 2015. Menurut dia, selain lebih murah, bahan baku di Bandung juga lengkap.

Ujang mempekerjakan lima pekerja laki-laki. Jabar, 18 tahun, pekerja yang paling muda, dalam sehari ia dapat memproduksi enam kodi peci. Jabar bisa mendapatkan upah Rp 40 ribu sehari. "Satu kodi diupah Rp 13 ribu. Jika bisa lebih dari itu maka uang jajan bisa tambah juga," kata dia.

Selain dibuat menggunakan mesin jahit, peci tersebut juga dibuat secara manual menggunakan tangan. Ini dilakukan dengan merajut helai demi helai benang wol menjadi peci wol yang lebih hangat dan ebih nyaman, apalagi untuk anak kecil.

Jika produksi peci di konveksi dilakukan kaum Adam, produksi peci wol ini dilakukan oleh ibu-ibu dan remaja perempuan di kampung tersebut. Halaman rumah warga penuh oleh para pembuat peci wol. Gelak tawa dari candaan saat merajut pun menghiasi aktivitas mereka.

Iah Rodian, 58 tahun, perajin peci wol, dalam sehari hanya sanggup membuat dua peci. Membuat peci wol tersebut membutuhkan ketelitian Sedikit saja salah maka rajutan harus diulang kembali. "Kalau bulan puasa kadang hanya satu. Soalnya waktunya lebih terbatas dan cepat lelah," kata dia.

Peci wol tersebut dikumpulkan selama beberapa hari hingga totalnya mencapai satu kodi atau dua puluh buah peci. Lalu dia jual ke pengepul dengan harga Rp 130 ribu. "Diecer pun bisa, harganya Rp 30 ribu sampai Rp 35 ribu per peci. Lumayan dari penghasilan ini bisa buat beli beras dan lauknya," ungkapnya.

Ketua RT 03 RW 06 Kampung Gentur Desa Jambudipa Opung mengatakan bisnis rumahan pembuatan peci tersebut sangat menunjang perekonomian warganya. Sebab, seluruh warga memiliki pekerjaan, sehingga jumlah pengangguran di wilayah tersebut hampir mencapai nol persen.

"Hanya beberapa orang yang tidak bekerja, selebihnya memiliki aktivitas merajut atau menjadi buruh jahit," kata dia.

Dia berharap pemerintah lebih memperhatikan bisnis kerajinan peci tersebut dengan membantu pemasaran hingga ke mancanegara. "Kami punya Lampu Gentur dan peci khas Gentur. Jika pemasarannya dibantu oleh pemerintah, maka Cianjur akan menjadi sentra perajin yang terkenal.

Perekonomian warga pun dapat meningkat, sehingga tidak perlu ada warga yang bekerja ke luar negeri," ujarnya.

DEDEN ABDUL AZIZ