Perjuangan Seratus Dai untuk Daerah Pelosok  

Ilustrasi Ramadhan. Robertus Pudyanto/Getty Images
Ilustrasi Ramadhan. Robertus Pudyanto/Getty Images

TEMPO.CO , Makassar: Abdul Wahab tak lama-lama menikmati bulan madunya. Dia langsung berangkat menerima misinya dalam program Sebar Da’i tak lama setelah menikah. Daerah yang ditujunya adalah Kecamatan Seko dan Rampi di pelosok Luwu Utara, yakni Kecamatan Seko dan Rampi.

Dia tak berpaling ketika menerima sebuah rumah kontrakan tanpa jamban. Pria 38 tahun itu juga bergeming ketika mendapati jarak antar-dusun yang harus dilayaninya sekitar sembilan sampai sepuluh kilometer jauhnya. Dia harus merogoh uang sedikitnya Rp 100 ribu untuk sekali naik ojek. Jika tak ada ojek, Wahab berjalan kaki untuk berkhotbah di dusun sebelah.

“Sebagai dai, semua kondisi dan situasi bisa dinikmati jika dilandasi dengan keikhlasan dan semangat. Bukan sekadar ilmu,” katanya ketika mengungkapkan pengalaman yang didapat di program Sebar Da’i Bosowa di Auditorium Aksa Mahmud, Universitas Bosowa, Sabtu siang pekan lalu.

Wahab adalah alumnus program itu beberapa tahun lalu. Dia berdakwah di antaranya di Dusun Lambiri, Desa Embona Tana, Kecamatan Seko. Masyarakat setempat dinilainya belum Islami. Saat diucapkan salam, misalnya, anak-anak justru malah lari.

Begitupun dengan ibu-ibu yang disebutnya sangat jarang mengucap salam saat memasuki rumah. “Alhamdulillah setelah beberapa bulan ada perubahan,” katanya.

Wahab adalah satu di antara seratus dai yang kembali akan berpartisipasi dalam program yang diadakan oleh Bosowa Foundation bekerja sama dengan Baitul Maal Hidayatullah Makassar itu. Kedua lembaga ini yang mendukung dana bagi para dai untuk berbagai keperluan di tengah masyarakat nantinya.

Adapun para dai didatangkan oleh Pengurus Wilayah Hidayatullah Sulawesi Selatan. Mereka sudah terlibat sejak program khusus pada Ramadan itu digulirkan sejak 2011. “Kami bahkan pernah mengirim 200 dai pada 2012,” kata Kepala Cabang Baitul Maal Hidayatullah Makassar, Kadir.