Bertadarus Al-Quran Braile

Seorang penyandang tuna netra meraba bagian huruf braile untuk membaca Al-Quran. Dengan menggunakan huruf braile, para penyandang cacat tetap dapat membaca kitab suci Al-Quran. Malang, 18 Juni 2015. TEMPO/Aris Novia Hidayat
Seorang penyandang tuna netra meraba bagian huruf braile untuk membaca Al-Quran. Dengan menggunakan huruf braile, para penyandang cacat tetap dapat membaca kitab suci Al-Quran. Malang, 18 Juni 2015. TEMPO/Aris Novia Hidayat

TEMPO.CO, Malang - Jemari Kolikur Rohman meraba permukaan Al-Quran sambil mulutnya melafalkan ayat-ayat suci. Sebanyak sembilan rekannya menyimak dengan khidmat.

Sepuluh orang itu ditemui Tempo di Masjid Kalan Beringin Nomor 13, Sukun, Kota Malang, pada Ahad, 21 Juni 2015. Mereka yang memiliki usia 15-35 tahun itu memiliki satu persamaan, yakni tidak bisa melihat. "Ini Al-Quran Braile, membaca dari kiri ke kanan,” kata Rohman.

Instruktur Arab Braile, Yani Soewantoro, mengatakan kalau mereka semua adalah siswa berkebutuhan khusus yang datang dari sekolah setingkat SMA. Namun, keterbatasan pada indera tak menghalangi niat mereka untuk membaca Al-Quran. “Selama ini mereka belajar membaca Al-Quran setiap pekan secara rutin,” kata Yani.

Seperti pada Ahad itu, Rohman dan yang lainnya tampak khusyuk. Mereka mengenakan sarung, berpeci, sedangkan remaja perempuan berkerudung berpakaian muslimah. Beberapa memang belum ‘sepandai’ Rohman.

Yani mengatakan, ada beberapa kelas yang diselenggarakannya. Selain yang diikuti Rohman, ada juga kelas persiapan dan kelas dasar. Mereka belajar selama tiga bulan sampai lancar membaca Al-Quran. "Tergantung dari kemampuannya," katanya.

Khusus selama bulan puasa seperti sekarang ini mereka belajar Al-Quran lebih lama, yakni sehabis salat tarawih, salat zuhur, dan asar. Mereka membaca Al-Quran serta meresapi setiap makna ayat-ayat suci itu.

EKO WIDIANTO