Cabai Udel, Menu Wajib Ramadan Suku Tengger  

Editor

Rini Kustiani

Warung Sambal
Warung Sambal

TEMPO.COLumajang - Orang dewasa dan anak-anak suku Tengger duduk meriung di atas lincak kayu di ruang makan sekaligus dapur. Dengan lahap, mereka menyantap menu sahur pada hari pertama puasa, Kamis, 18 Juni 2015.

Nasi putih masih mengepul dipadu sayur kacang panjang dan kerupuk mengenyahkan hawa dingin yang menusuk. Namun semua sajian itu mereka anggap belum lengkap jika tak ada sambal bawang cabai udel.

Sambal bawang cabai udel merupakan makanan khas warga suku Tengger. Sambal bawang ini hampir selalu tersaji di meja makan di dalam rumah warga suku Tengger di sekitar kawasan Gunung Bromo dan Semeru. 

"Sambal bawang khas suku Tengger inilah yang membuat selera makan melonjak," kata Didin Pratanto, juru dakwah di Desa Argosari. Meski lauk-pauknya sederhana, sambal bawang cabai udel dapat menambah nikmat cita rasa, sehingga Didin dan anak-anak tak jarang menambah porsi makan.

Sambal ini terbuat dari irisan cabai udel (cabai terung), terasi, garam, gula, dan daun bawang prei yang dicampur menjadi satu dan dimasak. Cabai udel tumbuh subur di dataran tinggi, seperti di Desa Argosari. 

Warga suku Tengger menamakannya cabai udel alias lombok udel. Warga lain ada yang menyebutnya cabai terung, karena bentuknya seperti terung. Daging cabai ini cukup tebal, sehingga rasa pedas dan panasnya menyatu. Sambal bawang tak perlu dihaluskan, tapi diiris kasar lalu dimasak. 

"Biasanya warga membuat agak banyak, sehingga tidak habis dalam sekali makan, kapan saja bisa dihangatkan," ujar Didin. Sambal bawang ini menjadi kegemaran orang-orang yang datang ke kawasan Tengger. Karena itu, ada ungkapan, apa pun lauknya, yang penting sambalnya sambal bawang cabai udel. 

DAVID PRIYASIDHARTA