Awal Ramadan, Transaksi Pedagang Kakilima Malioboro Sepi

Jalan Malioboro, Yogyakarta. ANTARA/Noveradika
Jalan Malioboro, Yogyakarta. ANTARA/Noveradika

TEMPO.CO , Jakarta: Kawasan Malioboro yang menjadi pusat perekonomian Yogyakarta terlihat sepi hingga hari kedua puasa Ramadan 2015. Lantaran ada surat edaran Wali Kota Yogyakarta yang melarang pedagang makanan berjualan selama puasa.

“Memang pedagang makanan dilarang berjualan di tempat terbuka,” kata Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Malioboro Yogyakarta, Syarief Teguh saat dihubungi Tempo, Jumat, 19 Juni 2015.

Surat edaran tersebut, menurut Syarief jadi satu dengan aturan jam kerja pegawai selama puasa. Pedagang-pedagang makanan di kawasan tersebut berjualan di sepanjang sisi timur. Antara lain di depan gedung DPRD DIY, Kantor Bank Pembangunan Daerah, juga Kantor Gubernur DIY yang berupa tenda.

Berdasarkan pantauan Tempo menjelang pukul 11 siang, tempat parkir sepeda motor di depan Kantor BPD DIY pun melompong. “Mereka boleh berjualan menjelang buka puasa. Ya, mulai sekitar jam 4, jam 5 sore,” kata Syarief.

Menurut Syarief, larangan tersebut merupakan bagian dari bentuk penghormatan kepada masyarakat yang tengah menjalankan ibadah puasa. Selain itu, juga memberi kesempatan kepada para pedagang yang muslim untuk beribadah Ramadan dengan khusyuk. “Itu juga untuk menghindari konflik. Karena Malioboro itu kawasan terbuka,” kata Syarief.

Pada jam yang sama, pedagang kaki lima yang menjual aneka souvenir dan pakaian yang berada di sisi barat juga belum sepenuhnya menggelar lapaknya. Banyak gerobak pedagang yang masih ditutupi terpal warna biru maupun oranye.

Pertanda barang dagangannya belum digelar. “Untuk pedagang non makanan tidak ada larangannya. Tapi memang biasa lengang kalau puasa,” kata Syarief.

Kondisi tersebut akan berangsur ramai seperti semula saat memasuki H-5 Lebaran. Lantaran masyarakat banyak yang mencari kebutuhan untuk persiapan lebaran.

Sementara itu, Pengelola Taman Parkir Abu Bakar Ali di kawasan Malioboro, Edi Susanto menjelaskan, mayoritas pedagang kaki lima yang berjualan di sana meliburkan diri.

Mereka terdiri dari 13 kios makanan dan 87 kios souvenir, pakaian, dan oleh-oleh. “Karena kalau puasa, tidak ada bus-bus wisata yang parkir,” kata Edi.

Akibatnya, omzet penjualan mereka turun hingga 80 persen. Meski ada pula pedagang yang berjualan di tempat lain atau beralih profesi selama puasa.

Beberapa pedagang juga ada yang tetap membuka kiosnya karena pada saat tertentu ada 1-2 bus pariwisata yang parker di sana. “Rata-rata mereka tinggal tinggal di sekitar Abu Bakar Ali. Jadi tahu kondisi. Mereka telaten,” kata Edi.

PITO AGUSTIN RUDIANA