Ramadan, Ini Kisah Imigran Gelap di Riau

Editor

Grace gandhi

Sejumlah pengungsi asal Afghanistan bersiap naik kendaraan ketika diberangkatkan menuju Medan dari Rudenim Pusat Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Jumat (15/2). ANTARA/Henky Mohari
Sejumlah pengungsi asal Afghanistan bersiap naik kendaraan ketika diberangkatkan menuju Medan dari Rudenim Pusat Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Jumat (15/2). ANTARA/Henky Mohari

TEMPO.CO , Pekanbaru:  Imigran gelap asal Afganistan, Syakir, 35 tahun, tampak berbaring bersama istrinya di koridor kantor Imigrasi Pekanbaru, Jalan Teratai, Kecamatan Sukajadi, Pekanbaru. Sang istri tidur memeluk bayi laki- laki yang baru berumur 9 bulan. Sedangkan anak tertuanya Mariam, 5 tahun, asyik bermain bersama teman sebayanya di celah-celah sepeda motor yang sedang terparkir.

Pukul 10.00. sSnar matahari pagi cukup terik. Tapi tampaknya tidak mengusik para imigran gelap itu tidur-tiduran di koridor kantor. Mereka tutup wajahnya dengan kain sarung. “Kami berpuasa,” kata Syakir, saat ditemui Tempo, Jumat, 19 Juni 2015.

Syakir mengaku berada di Pekanbaru sejak dua pekan lalu. sebelumnya dia ditampung di Cisarua, Bogor, jawabarat di bawah pengawasan UNHCR. Dia sudah berada di Indonesia selama satu tahun.Syakir beralasan, dia terpaksa meninggalkan akibat konflik berkepanjangan yang dilakukan kelompok bersenjata Taliban. “Negara kami selalu perang,” katanya.

Tidak hanya Syakir beserta istri dan dua anaknya berteduh di koridor kantor imigrasi yang beralaskan sehelai kain. Masih ada sekira enam kepala keluarga lagi berjejer di sepanjang koridor kantor tersebut. mereka harus rela berbagi tempat dengan kendaraan roda dua dan mobil lantaran halaman gedung itu juga dimanfaatkan untuk parkir kendaraan pegawai kantor Imigrasi dan warga yang mengurus perizinan.

Meski dalam kondisi seadanya, Syakir mengaku dia dan istrinya masih menjalani ibadah puasa. Dia bersama 36 orang imigran gelap yang ditampung di kantor Imigrasi tersebut dijatah makan dua kali sehari, yakni saat sahur dan berbuka puasa. “Kami makan dua kali sehari,” ujarnya.

Syakir dan pengungsi lainnya tidak serta merta tidur di koridor luar kantor Imigran setiap hari. Malam harinya mereka akan pindah ke koridor dalam ruangan kantor atau mushalla jika aktivitas di kantor Imigrasi telah selesai.

Kepala Seksi Pengawasan dan Penindakan Kantor Imigrasi Pekanbaru Zakaria menyebutkan, sejauh ini sebanyak 854 imigran gelap berada di Pekanbaru dalam pengawasan kantor Imigrasi.kebanyakan dari mereka berasal dari timur tengah yakni Palestina, Irak, Iran dan Afganistan.

Menurut Zakaria, Imigrasi hanya bertindak sebagai pengawas. Sedangkan untuk kebutuhan makanan dan tempat tinggal para pengungsi merupakan tanggung jawab International Organization of Migration (IOM). Sebuah lembaga khusus yang menangani pengungsian di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa. “IOM yang memberi makan mereka,” ujarnya.

Meski dalam suasana bulan puasa, menurut Zakaria, para pendatang gelap itu tetap dijatah makan dua kali sehari, yakni pada sahur dan berbuka. Para pengungsi tersebut terpaksa ditampung di kantor Imigrasi lantaran rumah Detensi Imigrasi Pekanbaru telah penuh. Begitu juga dengan empat hotel kelas Melati yang disediakan IOM menampung para pengungsi juga sudah padat.

Sedangkan 36 imigran yang berada di Kantor Imigrasi ini hanya bersifat sementara sambil menunggu ada ruang hotel yang kosong menyusul pengungsi lain akan dikirim ke pihak negara ketiga. Sebanyak 124 pengungsi tengah dipersiapkan untukdikirim ke negara ketiga untuk menampung mereka. Namun pihak Imigrasi tidak menyebutkan negera tersebut. “Itu kerjaannya UNHCR,” katanya.

Zakarian mengaku, Imigrasi Pekanbaru cukup kewalahanan mengawasi pendatang gelap yang terus membludak. Dia pun dibuat pusing akibat ulah para imigran gelap yang terkesan tidak taat aturan. Padahal, kantor Imigrasi telah memberikan identitas khusus bagi mereka agar tidak sembarangan berkeliaran di Pekanbaru. Namun, para pengungsi itu tetap saja membandel.

RIYAN NOFITRA