Cara Tawakal Sang Marbut Masjid Gandaria City

Editor

Kurniawan

Warga menunggu waktu berrbuka puasa di  masjid Al- Hidayah di Mall Gandaria City, Jakarta. TEMPO/WisnU Agung Prasetyo
Warga menunggu waktu berrbuka puasa di masjid Al- Hidayah di Mall Gandaria City, Jakarta. TEMPO/WisnU Agung Prasetyo

TEMPO.CO , Jakarta: Sayup tilawah Al-Quran mengalun di sekitar selasar masjid Al-Hidayah di lantai 4 pusat perbelanjaan Gandaria City, Jakarta Selatan. Koordinator pengurus masjid, M. Fadli Alferdi, menerima kedatangan kami pada Kamis siang, 18 Juni 2015.

Sembari menggosokkan kedua telapak tangan ke wajahnya untuk menyeka bekas air, ia mempersilakan kami masuk ke sebuah ruangan 2x4 meter. Seorang wanita tengah menyiapkan menu berbuka berupa kantong-kantong kecil berisi kurma saat itu. "Maaf, agak berantakan," ujarnya sembari menarik salah satu kursi di ujung meja panjang.

Tiga tahun sudah pria asal Cianjur ini bertugas sebagai marbut (atau marbot dalam bahasa Sunda) di masjid dalam mall ini. Bekerja sebagai marbut penuh waktu dipilih Ferdi sebagai pekerjaan utamanya. Dia sadar pendapatannya sebagai pengurus harian masjid tidak seberapa, apalagi dia kini sudah harus menghidupi istri dan seorang anak laki-laki.

Menjaga dan mengurus masjid dalam mall, menurut Ferdi, tak jauh berbeda dengan menjaga masjid di luaran sana. Menurut dia, secara umum tugasnya sama-sama menjaga kebersihan, ketertiban, dan menjamin kenyamanan bagi pengunjung yang akan beribadah.

Ferdi sadar, banyak orang di luar memandang pekerjaan yang dijalaninya ini tidak menjanjikan apa-apa. Apalagi hal ini dijalaninya di sebuah kota besar, bukan perkampungan tempat asalnya. "Alhamdulillah saya pribadi tetap bangga, meski mungkin ada saja yang mencemooh pekerjaan seperti ini," ujarnya. Menurut dia, tak sedikit orang menilai pekerjaan sebagai marbut adalah pekerjaan hina dan rendahan.

Lulus dari pesantren, Ferdi sempat bergabung menjadi remaja masjid di kampungnya. Dia pun sempat mendirikan sebuah madrasah bagi anak usia sekolah dasar untuk belajar agama Islam. Sekolah sederhana yang didirikannya terpaksa ia tinggal dan titipkan pada rekannya di Cianjur saat dia memilih untuk bekerja di Jakarta.

Bekerja sebagai marbut merupakan tawaran dari saudaranya yang bekerja sebagai pengurus di kantor Nahdatul Ulama di dekat Mall Gandaria City. Menurut Ferdi, beberapa saat setelah masjid dibangun di mall tersebut, pengurus masjid mendatangi sejumlah kantor lembaga Islam untuk dimintai bantuan mencari orang untuk bekerja sebagai petugas. "Saudara saya menawarkan pekerjaan ini. Ya, saya coba alhamdulillah nyaman," ujar pria 25 tahun tersebut.

Hal yang coba dijalani Ferdi selama ini adalah bertawakal. Menurut dia, kalau harus selalu berusaha memenuhi segala keinginan maka tak akan pernah sampai. "Cukup enggak cukup harus belajar secukupnya, yang penting tawakal," kata Ferdi.

Ferdi enggan menyebut jumlah honor yang ia terima setiap bulan. Tapi, menurutnya, dia diizinkan untuk menjalani usaha lain guna mendongkrak penghasilan. Ferdi dipersilakan berjualan di sebuah kios kecil di samping masjid yang disediakan pengelola mall.

Ia memilih berjualan pakaian muslim di lapak tersebut. Ia berhak mendapat 40 persen keuntungan dari penjualan tersebut. Selain itu, dia pun berkesempatan untuk memberikan les belajar membaca Al-Quran kepada beberapa pelanggan mall. Meski jumlahnya sedikit, menurut dia, itu cukup lumayan untuk menambah penghasilannya.

Hingga saat ini Ferdi tak terpikir untuk mencari pekerjaan lain. Masjid ini telah memberi banyak kenangan baginya. Apalagi di masjid ini pula Ferdi bertemu dengan seorang wanita yang kemudian ia persunting sebagai istri.

"Istri saya dulu pegawai di mall ini. Tiap hari saya perhatikan rajin salat di sini," kata dia seraya tertawa. Tapi, kini setelah menikah istrinya memilih untuk berada di rumah, sehingga Ferdi memikul penuh tanggung jawab sebagai tulang punggung keluarga kecilnya.

Selama Ramadan tugas yang dilakukan Ferdi tak jauh berbeda dengan kerja sehari-harinya. Ia tetap harus menyusun jadwal kegiatan dan menjalankan agenda kajian agama setelah salat zuhur.

Agenda tambahan di bulan Ramadan adalah menyiapkan takjil atau makanan ringan untuk berbuka puasa. Pengelola mall dan dewan kemakmuran masjid sudah mengalokasikan dana untuk pengadaan takjil selama sebulan penuh.

Usai magrib, Ferdi menyiapkan masjidnya untuk melaksanakan salat tarawih. Jumlah rakaat di masjid ini terbilang pendek, yaitu 8 rakaat, karena harus mengikuti jam tutup mall pada pukul 21.00 WIB. "Tapi jamaah yang datang pada bulan Ramadan pasti lebih banyak," kata Ferdi.

Tak banyak orang yang mau bekerja seperti ini, tapi Ferdi pun tak terpikir untuk bekerja di lain tempat sejauh ini. Menjadi penjaga masjid bagi dirinya adalah sebuah kehormatan dan memberi kebanggaan tersendiri.

AISHA SHAIDRA