Ramadan Warga Suku Tengger: Makan Bersama Usai Tarawih  

REUTERS/Surapan Boonthanom
REUTERS/Surapan Boonthanom

TEMPO.CO, Lumajang - Gunung  Bromo atau Brahma dipercaya sebagai gunung suci bagi warga Suku Tengger. Setiap tanggal 14 atau 15 bulan kasodo (kesepuluh) menurut penanggalan Jawa, mereka mengadakan upacara Yadnya Kasada atau Kasodo.

Upacara itu dilakukan di Pura Luhur Poten Bromo dan dilanjutkan ke puncak gunung dengan membawa sesaji. Mereka memang penganut agama Hindu dan mengaku sebagai keturunan langsung Kerajaan Majapahit. Mereka tinggal wilayah Kabupaten Pasuruan, Lumajang, Probolinggo, dan Malang.

Akhir tahun 1990-an, pendakwah Islam mulai masuk ke Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang. Sejak itu banyak warga yang memeluk Islam. Bahkan pada 17 Mei 2007, ada 227 warga Tengger yang mengikrarkan memeluk Islam di Kantor Urusan Agama Kecamatan Senduro.

Mereka berasal dari tiga desa, Argosari, Wonocepokoayu, dan Burno. Bagaimana mereka menyambut Ramadan kali ini ?  Jika sebelum menjadi muslim, mereka membawa sesaji ke pura, puncak gunung atau tempat lain. "Kini, mereka membawa makanan ke masjid untuk dimakan bersama-sama sebagai bentuk sadaqoh,"  kata Didin Pratanto, salah seorang ustadz Desa Argosari pada Kamis, 18 Juni 2015.

Makanan dalam bentuk tumpeng itu berisi nasi dan lauk pauknya. Makan bersama dilakukan usai salat tarawih di Masjid Al Hidayah, Dusun Bakalan, Desa Argosari.  Tradisi muslim Suku Tengger menyambut datangnya bulan Ramadhan dikenal sebagai 'Nampani Poso'.

Pada Rabu, Rabu malam, 17 Juni 2015, lebih dari seratus jamaah mengikuti tarawih di Masjid Al Hidayah. Mereka berasal dari Dusun Bakalan dan Dusun Argosari.  Tadarus digelar setelah salat Subuh hingga pukul 07.00 WIB, setelah Ashar hingga Maghrib serta setelah tarawih hingga pukul 21.00 WIB.

"Kami juga akan menggelar acara buka bersama pada hari kesepuluh nanti," ujar Didin yang sudah bertahun-tahun menjadi juru dakwah di Desa Argosari.

DAVID PRIYASIDHARTA

IKUTI: TEMPO HADIAH RAMADAN 2015