Peserta Umrah Ramadan Diminta Waspada Virus MERS  

Peserta umroh tertidur menunggu waktu keberangkatan di pelataran ruang tunggu Terminal Dua keberangkatan Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, 9 April 2008. TEMPO/Dimas Aryo
Peserta umroh tertidur menunggu waktu keberangkatan di pelataran ruang tunggu Terminal Dua keberangkatan Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, 9 April 2008. TEMPO/Dimas Aryo

TEMPO.COJakarta - Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama mengingatkan warga negara Indonesia untuk mewaspadai penyebaran Middle East respiratory syndrome (MERS). Peserta program umrah Ramadan diminta paling berhati-hati.

"Bila bepergian ke daerah yang ada MERS-nya, seperti Korea atau umrah Ramadan, periksa diri dulu ke dokter untuk mengetahui keadaan penyakit kronis dan memastikan obat yang ada sudah cukup sebagai bekal," kata Tjandra melalui keterangan tertulis yang diterima pada Kamis, 18 Juni 2015.

Menurut Tjandra, 92,9 persen pasien yang meninggal karena MERS diketahui sudah mengidap penyakit lain. Artinya, ujar dia, risiko terjangkit MERS makin tinggi bila pasien mengidap penyakit kronis lain. Tjandra meminta pasien penyakit kronis memastikan sudah memeriksa kesehatan sebelum bepergian ke negara-negara yang sedang dilanda MERS.

Wabah MERS sempat menghebohkan Indonesia tahun lalu. Kali ini, penyakit tersebut banyak ditemukan di Korea Selatan. Hingga Kamis, 18 Juni 2015, lebih dari 160 penduduk Korea Selatan diketahui terserang MERS. Sebanyak 23 di antaranya meninggal dunia.

Dari data pasien MERS yang sembuh dan pasien yang meninggal di Korea Selatan sejauh ini, tutur Tjandra, ada beberapa risiko yang perlu diperhatikan. Pertama, umur rata-rata pasien MERS yang meninggal adalah 72,5 tahun, lebih tua dari umur rata-rata pasien MERS yang sembuh, yaitu 55 tahun. Semakin tua usia, kata Tjandra, makin besar kemungkinan sakitnya menjadi parah dan kemudian meninggal dunia.

Selanjutnya 61 persen penyakit‎ penyerta pada pasien MERS yang meninggal adalah jenis penyakit paru kronis. Ada atau tidaknya penyakit paru kronis, ujar Tjandra, ternyata penting untuk menilai keberhasilan pengobatan MERS.

MOYANG KASIH DEWIMERDEKA