Begini Rasanya Tarawih Pertama di Masjid Tertua Singapura

Editor

Zed abidien

TEMPO/Choirul
TEMPO/Choirul

TEMPO.COChinatown - Menyambut bulan suci ramadan, muslim Singapura berbondong-bondong ke Masjid Jamae Chulia untuk beribadah. Salah satu masjid tertua yang terletak di distrik Chinatown itu menggelar tarawih pertama, Rabu malam, 17 Juni 2015.

Tempo berkesempatan menjadi salah satu jamaah tarawih di masjid yang dibangun pada 1826 tersebut. Sebelum adzan salat Isya berkumandang, para jamaah yang berada di dalam masjid masih bisa dihitung jari. Namun, sesaat panggilan salat itu menggema melalui pengeras suara, mendadak para jamaah menyesaki masjid.

Para jamaah tersebut mayoritas suku Tamil, suku yang beragama muslim di India. Maklum, masjid yang berada di pusat bisnis etnis Cina Singapura itu, dibangun oleh Chulias, muslim Tamil dari India Selatan. Mereka kebanyakian berusia di atas 40 tahun, adapun jumlah anak muda yang menunaikan salat cukup sedikit.

Terdapat sejumlah hal yang unik di masjid ini, mulai dari azan Isya yang baru berkumandang sekitar pukul 20.27 waktu Singapura. Adapun salat Isya baru dimulai pada pukul 20.40. Sekedar diketahui, waktu Singapura satu jam lebih cepat dari Jakarta atau sama dengan waktu Indonesia tengah.

Para jamah yang sudah menginjak usia lanjut mendapat keistimewaan di masjid ini. Mereka akan diberi kursi pelastik agar tak perlu berdiri maupun sujud dalam salatnya. Kursi pelastik itu sudah disediakan oleh panitia di samping pintu masjid yang menjadi salah satu cagar budaya di Negeri Singa tersebut.

Tak seperti di Indonesia pada umumnya, para jamaah tak bersalaman ketika selesai menunaikan salat. Seusai salat Isya, Tempo sempat melirik ke jamaah lainnya, tapi mereka diam dalam kekhusyuannya masing-masing. Mereka baru mengubah posisi ketika imam masjid hendak memulai salat tarawih. Ucapan "Amin" setelah menutup Surah Alfatihah juga tak nyaring seperti halnya di Indonesia.

Tarawih delapan rakaat langsung di sambung dengan 20 rakaat. Walhasil, tak ada ceramah dari para ustad maupun kiai di tengah salat sunah bulan suci tersebut. Ismail, salah satu jamaah mengatakan ceramah Ramadan memang jarang di masjid-masjid Singapura. Penyebabnya di antaranya adalah bahasa para pemuka agama tak diketahui oleh semua jamaah, "Penyebab lainnya orang tidak akan dengar ceramah karena ingin istirahat untuk bekerja besok," katanya.

Di pintu keluar ruangan masjid, terlihat sebuah meja yang di atasnya berisi pemanas air lengkap dengan gelas plastiknya. Para jamaah lantas antre untuk menuang air dari pemanas ke gelas masing-masing. Pemanas air berisi semacam teh tarik yang akrab disebut teh mamak, teh dengan rasa khas yang bercampur jahe.

Masjid Jamae sangat gampang dijangkau pelancong. Jaraknya hanya 300 meter dari Stasiun Chinatown. Tinggal lurus menyusuri pedagang oleh-oleh hingga ke bibir Jalan South Bridge Road, kemudian berjalan ke kiri. Dua kubah yang menjulang di gerbang masjid akan langsung terlihat.

TRI SUHARMAN