Murid Sunan Kalijaga Dirikan Masjid Bayan Beleq di Lombok

Editor

Nur Haryanto

Masjid Bayan Belik atau Bayang Agung. TEMPO/SUPRIYANTHO KHAFID
Masjid Bayan Belik atau Bayang Agung. TEMPO/SUPRIYANTHO KHAFID

TEMPO.CO, Jakarta - Sejarah mencatat bahwa agama Islam mulai masuk ke Pulau Lombok pada abada ke-16. Setelah raja Lombok (yang berkedudukan di Teluk Lombok) menerima Islam sebagai agama kerajaan, Islam dikembangkan ke seluruh wilayah kerajaan tetangga seperti Pejanggik, Parwa, Sarwadadi, Bayan, Sokong, dan Sasak.

Salah seorang pengikut Sunan Kalijaga, yaitu Sunan Pengging, datang ke Lombok pada 1640 untuk menyiarkan agama Islam ini. Ia lalu menikahi anak dari kerajaan Parwa sehingga menimbulkan kekecewaan bagi raja Goa. Selanjutnya, raja Goa menduduki Lombok pada 1640. Di Bayan, Sunan Pengging yang juga dikenal sebagai Pangeran Mangkubumi mengembangkan ajarannya--kelak menjadi pusat kekuatan aliran ”Waktu Telu”.

Desa Bayan dengan luas wilayah 8.700 ha merupakan daerah perbukitan dengan latar kaki gunung Rinjani disebelah selatan. Di sini, terdapat peninggalan penting yang dapat dijadikan bukti dan bahan kajian tentang masa awal berkembangnya ajaran Islam di Pulau Lombok, yaitu Masjid Bayan Beleq.

Lokasi bangunan masjid kuno ini berada dipinggir jalan raya menuju utara pulau Lombok, mudah dijangkau dengan segala jenis kendaraan dari kota Mataram yang jaraknya sekitar 80 km. Dari tepi jalan hanya tampak pagar tembok dengan dua rumah kecil di kedua sisi gerbang, kantor tempat pendaftaran pengunjung dan rumah penjaga situs.

Baru setelah memasuki pagar beberapa belas meter di tengah rindangnya pepohonan tampak sebuah gubuk di puncak bukit kecil berukuran 10 x 10 meter. Konstruksi atap tumpang dengan hiasan puncak berupa mahkota yang merupakan ciri khas dari bangunan masjid periode awal berkembangnya agama Islam di Indonesia. Letak bangunan berada di tempat yang relatif tinggi, tata letaknya berdampingan dengan makam tokoh-tokoh penyebar agama Islam di Bayan.

Kesemuanya itu menunjukkan adanya kesamaan konsepsi pemikiran masyarakat pendukung kebudayaan itu (Islam di Bayan) dengan masyarakat pra Islam. Sikap konsisten masyarakat Bayan yang selalu berusaha untuk tidak mengubah bentuk maupun bahan bangunan yang digunakan (dengan alasan kepercayaan) menunjukkan bahwa pengaruh kebudayaan lama pada masyarakat Bayan sangat kuat.

TEMPO