Benarkah Tarekat Sammaniyah Sesat?

Editor

Kurniawan

Logo Tarekat Sammaniyah. Tqnnews.com
Logo Tarekat Sammaniyah. Tqnnews.com

TEMPO.CO, Jakarta - Masjid di Jalan Karya Bakti, Medan, itu kini tak lagi ramai pengunjung. Kamis sore pekan lalu, hanya ada belasan pemuda yang berzikir di Majelis Tarekat Sammaniyah Ihya Ulumudin itu. "Biasanya ratusan orang datang ke sini setiap hari," kata Rico Purba, salah seorang anggota tarekat itu, pada pertengahan Mei lalu.

Pemimpin tarekat itu, Syekh Muda Ahmad Arifin, belakangan ini melarang anggotanya berbondong-bondong memenuhi masjid di pekarangan belakang rumahnya tersebut. Sang guru khawatir kedatangan ramai-ramai muridnya bakal memicu kemarahan kelompok umat Islam lain di Medan. "Takut bentrok," ujar Ahmad Arifin.

Dalam setahun terakhir, jemaah Sammaniyah terus diusik. Sekelompok orang dari Forum Umat Islam (FUI) Medan berkali-kali melakukan unjuk rasa menuntut tarekat itu dibubarkan.

Forum Umat Islam menuduh Ahmad Arifin menodai ajaran Islam. Mereka merujuk pada Fatwa Majelis Ulama Sumatera Utara yang keluar pada 10 September 2013. "Fatwa MUI itu untuk menyelamatkan Islam dari ajaran Ahmad Arifin," kata Indra Suheri, anggota FUI Medan.

Lewat fatwa nomor 03/KF/MUI-SU/IX/13 itu, MUI Sumatera Utara memvonis ajaran Ahmad Arifin melenceng dari ajaran Islam. Ada tiga tuduhan yang dilontarkan kepada Ahmad Arifin. Pertama, ia dianggap mengajarkan paham bahwa Nabi Adam diciptakan malaikat atas perintah Allah SWT. Tuduhan berikutnya, Ahmad Arifin disebut mewajibkan muridnya membayar zakat mal kepada dirinya. Terakhir, Ahmad Arifin dituding menghalalkan nikah mutah serta nikah siri tanpa wali dan saksi.

Fatwa MUI itu pula yang menjadi dasar FUI melaporkan Ahmad Arifin ke Kepolisian Resor Kota Medan pada pertengahan 2014. Polisi lalu menjerat Ahmad Arifin, 81 tahun, dengan Pasal 156 A Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang penistaan atau penodaan agama.

Dua pekan lalu, di Pengadilan Negeri Medan, jaksa penuntut umum Fatlah Dan Kaslin Sinaga menuntut Ahmad Arifin dua tahun penjara. "Ini kriminalisasi. Semua yang ditudingkan jaksa tidak benar," ucap pengacara Arifin, Ery Rossatria.

****

Bara meletik di tubuh tarekat Sammaniyah pada 2013. Kala itu, Ahmad Arifin memecat dua dari sembilan murid kepercayaannya, Arsyad Efendi dan Sutini. Arsyad dipecat karena menjalin hubungan yang dianggap terlarang dengan anggota perempuan jemaah tarekat itu. Adapun Sutini, yang dipercaya berdakwah di kalangan kaum ibu di Kabupaten Serdang Bedagai, dipecat lantaran dianggap melenceng dari ajaran Sammaniyah.

Pemecatan itu rupanya membuat Arsyad dan Sutini sakit hati. Keduanya lalu melapor kepada MUI Sumatera Utara. Awalnya, mereka menuding Arifin melecehkan sebelas anggota jemaah perempuan. "Ketika sebelas perempuan itu dihadirkan ke MUI, tuduhan pelecehan tak terbukti," ujar Ahmad Arifin.

Setelah serangan pertama gagal, Arsyad dan Sutini kembali melaporkan Ahmad Arifin ke MUI Sumatera Utara. Tudingannya bergeser menjadi penistaan agama. Tanpa meminta penjelasan Ahmad Arifin, MUI langsung mengeluarkan fatwa bahwa ajaran tarekat Sammaniyah di bawah pimpinan Ahmad Arifin sesat.

Setelah dicap sesat, Ahmad Arifin sempat menyampaikan penjelasan tertulis kepada MUI. Namun MUI tak menggubris klarifikasi itu. Arifin juga pernah menjelaskan ajaran tarekatnya dalam pertemuan yang difasilitasi Jam'iyyah Ahlith Thariqah Al Mu'tabarah An Nahdliyyah (Jatman), badan otonom di bawah naungan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.

Setelah mengkaji ajaran Sammaniyah, Jatman menyatakan tarekat itu merupakan tarekat mu'tabarah alias tarekat yang diakui Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. "Jatman menyatakan tarekat Sammaniyah tidak bertentangan dengan Al-Quran dan hadis, tidak sesat, serta tidak menyimpang," kata anggota tim investigasi Jatman, Ali M. Abdullah, mengutip hasil investigasi yang diteken Ketua Umum PB NU Said Aqil Siroj.

Menurut penelusuran Jatman, Ahmad Arifin tak pernah mengajarkan nikah mutah atau nikah siri tanpa wali dan saksi kepada muridnya. Arifin pun tak pernah mewajibkan muridnya menyerahkan zakat mal kepadanya. Adapun soal asal-usul penciptaan Nabi Adam, menurut Jatman, Ahmad Arifin hanya mengacu pada kitab Badaai Uz-Zuhur Fi Waqaa'i id-Duhuur karya Syekh Muhammad bin Ahmad bin Iyaas al-Hanafy.

Untuk menjernihkan persoalan, menurut Ali, Jatman sudah mengirimkan surat kepada Komisi Fatwa MUI Pusat. Dalam surat itu, Jatman meminta MUI Pusat merevisi fatwa yang dikeluarkan MUI Sumatera Utara. Namun anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, Hamdan Rasyid, mengatakan tarekat Sammaniyah belum dibahas Komisi Fatwa.

FEBRIYAN | SAHAT SIMATUPANG