Peneliti UI: Puasa Mengurangi Lemak Tubuh

TEMPO/Subekti
TEMPO/Subekti

TEMPO.COJakarta - Tim peneliti Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM menemukan bahwa puasa akan mengurangi lemak tubuh. Dr Ari Fahrial Syam, ketua peneliti, mengatakan penelitian ini dilakukan untuk melihat dampak puasa Ramadan terhadap komposisi tubuh. 

Penelitian yang melibatkan para staf medis RSCM ini dilakukan pada 2013. Penelitian berjudul “The Ramadan Fasting Decreased Body Fat but Not Protein Mass in Healthy Individuals” ini mengungkap bahwa efek Ramadan bervariasi tergantung wilayah dan lamanya puasa. 

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa selama Ramadan akan terjadi penurunan berat badan, kadar gula darah terkontrol, kolesterol total akan menurun, begitu pula dengan kolesterol jahat (LDL). "Tidak banyak penelitian yang melihat secara lengkap perubahan komposisi tubuh, asupan makan dan dampak setelah Ramadan seperti penelitian yang kami lakukan ini," kata Dr Ari Fahrial Syam. (Baca: Bisakah Penderita Diabetes Berpuasa Ramadan)

Penelitian ini dilakukan di RSCM pada 43 staf medis yang melakukan ibadah puasa Ramadan pada 2013. Seluruhnya dipastikan sehat ketika menjalani puasa.  

Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan komposisi tubuh secara lengkap dengan menggunakan alat khusus, yaitu GAIA 359 PLUS buatan Korea, pemeriksaan antropometri dan analisis asupan makan harian. Pemeriksaan dilakukan pada hari pertama Ramadan, hari ke-28 dan empat-lima minggu setelah puasa Ramadan. 

"Subyek penelitian diberi kebebasan untuk mengkonsumsi makanan seperti biasa saat mereka puasa, begitu pula aktivitasnya. Tidak ada pembatasan, " kata dia. "Mereka tetap bekerja seperti biasa sesuai profesi masing-masing, yakni dokter, perawat dan ahli gizi."

Pengukuran berat badan, tinggi badan, dan komposisi tubuh dilakukan dengan menggunakan alat untuk mengukur komposisi tubuh dengan sistem pengukuran  BIA (Bio Impedance Analysis). Melalui alat ini dapat diukur massa protein, mineral, air, lemak tubuh dan rasio pinggang dan panggul. 

Sebanyak 86 persen dari subyek penelitian ini adalah perempuan dan 44 persen subyek penelitian memiliki berat badan lebih atau kegemukan (IMT > 23 kg/M2). 
Rata-rata umur subyek penelitian 34 tahun dengan rentang +/- 11 tahun. Indeks Massa Tubuh (IMT) subyek penelitian 23,7 kg/M2 dengan rentang +/- 4 kg/M2.

Ari mengatakan selama Ramadan ternyata terjadi penurunan berat badan dan perubahan komposisi tubuh, kecuali massa protein tubuh. Begitu pula rasio pinggang dan pinggul. (Baca:Ramadan, Pendapatan Restoran Meningkat)

Yang menarik asupan kalori ternyata tidak berubah pada hari pertama dan hari terakhir puasa. Akan tetapi, aktivitas yang berhubungan dengan ibadah menjadi meningkat, misal peningkatan jumlah salat sunah dan salat tarawih.

Artinya, pengeluaran energi akan meningkat selama Ramadan. "Hal ini yang menyebabkan terjadi penurunan lemak tubuh walaupun asupan makan tetap sama. Asupan makan sebenarnya bisa kita kurangi selama puasa dan tentu hal ini akan membawa dampak yang lebih baik untuk kesehatan," katanya.

Ari mengatakan penurunan berat badan lebih besar pada laki-laki daripada wanita. Rata-rata penurunan berat badan pada laki-laki mencapai 1,4 kg dengan rentang +/- 1 kg, sedang penurunan pada wanita hanya 0,8 kg dengan rentang +/- 0,8 kg. 

Pengurangan lemak tubuh mencapai 0,5 kg dengan rentang +/- 0,6 kg. "Puasa ternyata tidak menyebabkan penurunan protein tubuh. Hal ini merupakan hal yang baik bahwa walau terjadi penurunan berat badan dan penurunan kadar lemak tubuh, tetapi ternyata tidak menyebabkan penurunan protein," kata dia.

Protein sangat dibutuhkan untuk kekuatan otot, baik otot anggota gerak maupun otot untuk pernafasan dan otot jantung. Puasa yang berlangsung 14 jam tidak akan menyebabkan gangguan kesehatan tubuh, bahkan sebaliknya justru akan memperbaiki tubuh karena yang dibakar hanya lemak tubuh dan tidak membakar protein.

Pemeriksaan lanjutan terhadap subyek penelitian empat-lima minggu setelah puasa menunjukkan bahwa berbagai paramater komposisi tubuh dan berat badan kembali ke sedia kala seperti saat hari pertama puasa. Naiknya kembali berat badan setelah Ramadan ini konsisten dengan penelitian lain bahwa kenaikan berat badan kembali setelah bulan puasa.

"Hal ini menunjukkan bahwa komitmen untuk tetap mempertahankan berat badan selama Ramadan tidak konsisten dan tidak berlangsung lama," kata dia.

Ari mengatakan puasa Ramadan sebenarnya memberi kesempatan kepada kita untuk hidup sehat. Masalahnya apakah kondisi sehat yang telah kita capai selama puasa Ramadan ini bisa kita optimalkan dan pertahankan setelah Ramadan. "Apalagi sajian Lebaran yang biasanya begitu menggoda sehingga upaya sehat yang telah dilakukan selama Ramadan tidak berlangsung lama," kata Ari.

Hasil penelitian ini akan dipublikasikan pada jurnal ilmiah dan dipresentasikan pada Kongres Gastroenterologi Asia Pasifik akhir tahun 2014 di Bali. Penelitian ini dilakukan oleh tim peneliti Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM dibantu oleh tim ahli gizi Instalasi Gizi RSCM Jakarta.

EVIETA FADJAR

Berita Lain: 
Hari Buah Internasional, Ganti Camilan dengan Buah
Spa Indonesia Ikut Pameran di Bangkok
Instuisi Dimiliki Anak Indigo