Jumlah Korban Mudik Lebih Tinggi dari Bencana Alam  

Editor

Bobby Chandra

Pemudik bersepeda motor memadati Jl. KH Noer Ali, Kalimalang, Bekasi, Minggu (4/8) malam. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Pemudik bersepeda motor memadati Jl. KH Noer Ali, Kalimalang, Bekasi, Minggu (4/8) malam. TEMPO/Dhemas Reviyanto

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sutopo Purwo Nugroho, mengungkapkan, korban jiwa selama mudik lebih banyak ketimbang korban bencana alam selama setahun.

"Tentu ini sebuah tragedi. Mudik hanya berlangsung sekitar 20 hari. Sedangkan dalam satu tahun terjadi beberapa jenis bencana alam," kata Sutopo dalam keterangan persnya di Jakarta, Senin, 5 Agustus 2013.

Selama masa mudik 2012, terdapat korban meninggal 908 orang, 1.505 orang luka berat, dan 5.139 orang luka ringan. Sedangkan korban bencana tahun lalu tercatat 641 orang meninggal dan 226 orang hilang. Pada 2012, tejadi 13 bencana.

Tahun ini, Korps Lalu Lintas Polri mencatat, dalam Operasi Ketupat yang baru berlangsung dua hari selama 2-3 Agustus 2013, terdapat 224 kasus kecelakaan yang menelan 60 korban meninggal. Sebagian besar korban meninggal akibat kecelakaan sepeda motor.

Sutopo mengakui korban bencana bergantung pada magnitude dari bencana yang ada. Pada 2010, adanya banjir bandang Wasior, tsunami Mentawai, erupsi Merapi, dan bencana kecil lainnya menelan korban meninggal dan hilang 4.186 orang. Pada 2011, korban bencana 1.864 orang.

Jumlah tersebut jika dibandingkan dengan korban kecelakaan lalu lintas secara keseluruhan jauh lebih kecil. Korban meninggal tahun 2010 akibat kecelakaan lalu lintas sebanyak 31.234 orang. Tahun 2011 ada 30.629 orang dan tahun 2012 ada 27.441 orang.

Menurut data World Health Organization (WHO), jalan raya menjadi pembunuh nomor tiga di dunia setelah penyakit jantung koroner dan tuberkulosa. Di Indonesia, menurut data Kepolisian Republik Indonesia, selama 2012 terjadi 109.038 kasus kecelakaan dengan korban meninggal dunia 27.441 orang.

Menurut Sutopo, untuk mengatasi berulangnya korban selama mudik Lebaran perlu pembenahan yang radikal. Teori risiko bencana dapat dijadikan sebagai dasar untuk mengatasi masalah yang ada. "Risiko adalah perkalian antara bahaya dan kerentanan dibagi dengan kapasitas yang ada," kata Sutopo.

Bahayanya adalah kecelakaan lalu lintas itu sendiri, baik di darat, laut, maupun udara. Kerentanan menyangkut kondisi, antara lain terbatasnya ruas jalan, kerusakan jalan, jumlah pemudik yang terus meningkat, terbatasnya angkutan massal, faktor cuaca, kelelahan pengendara, serta kurang laiknya kendaraan. Adapun kapasitas menyangkut jumlah aparat dan pos kesehatan.

Sutopo mengatakan perlu segera angkutan massal yang memadai. Menurut dia, mudik Lebaran adalah masalah yang kompleks, namun bukan berarti tidak bisa diatasi. "Apalagi ini adalah ritual tahunan yang waktunya dapat diprediksikan sebelumnya sehingga antisipasi dapat dilakukan," ucap dia.

TRI ARTINING PUTRI