Dishub Kediri Siapkan Jalur Pemecah Kemacetan

Ilustrasi kemacetan lalu-lintas. TEMPO/Seto Wardhana
Ilustrasi kemacetan lalu-lintas. TEMPO/Seto Wardhana

TEMPO.CO, Kediri - Dinas Perhubungan Kota Kediri, Jawa Timur menyiapkan jalur alternatif dari Surabaya - Nganjuk menuju Blitar, Tulungagung, dan Trenggalek. Hal ini untuk memecah kepadatan lalu-lintas yang diprediksi terjadi mulai H-3 Lebaran.

Kepala Seksi Ketertiban Dinas Perhubungan Kota Kediri Bambang Trilasmono mengatakan
penyiapan jalur alternatif ini untuk menekan kemacetan di wilayah Kediri yang menjadi jalur utama antarkota. Wilayah ini merupakan simpang pertemuan antara arus lalu lintas dari Surabaya - Nganjuk menuju Blitar, Tulungagung, dan Trenggalek. "Kami siapkan jalur-jalur pemecah," kata Bambang, Selasa 30 Juli 2013.

Jalur tersebut berbeda sama sekali dengan rute yang biasa ditempuh kendaraan umum seperti bus dan truk. Jalur menuju Tulungagung misalnya, yang semula hanya melalui alun-alun Kota Kediri ke selatan, kini bisa ditempuh melalui Jalan Kapten Tendean yang merupakan jalur utama menuju Blitar. Namun tiba di perempatan Bence yang berjarak sekitar 20 kilometer dari Kota Kediri, kendaraan dialihkan ke barat menuju jalur utama Tulungagung. Sebab biasanya penumpukan arus kendaraan terjadi di jalur utama ini.

Meski cukup memutar, namun Bambang memastikan seluruh badan jalan dalam keadaan baik. Bahkan di jalur alternatif yang sepi itu terdapat sedikitnya tiga Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum. Sehingga dipastikan pemudik tak khawatir kehabisan premium atau solar.

Untuk memudahkan pencarian jalur ini, petugas memasang 11 rambu awal jalan di tiap-tiap jalur alternatif. Sehingga para pemudik akan dengan mudah menemukan jalur alternatif tersebut tanpa kesasar ke dalam kota. Penambahan dua rambu juga dilakukan di titik rawan kecelakaan di lintasan menuju Tulungagung dan Blitar.

Sementara itu pada hari yang sama Kepala Kepolisian Resor Kediri Kota Ajun Komisaris Besar Ratno Kuncoro juga melakukan pemeriksaan perlintasan kereta api tak berpintu. Hal ini cukup berbahaya mengingat perlintasan itu berada di jalur padat kendaraan. "Ada empat perlintasan tak berpintu yang berbahaya," kata Ratno.

Selama ini perlintasan tersebut hanya dijaga secara swadaya oleh masyarakat. Mereka hanya mengandalkan upah dari pemberian pengguna jalan dan tak di digaji oleh PT Kereta Api Indonesia.

Polres meminta PT KAI membantu mereka dengan memasang alat pengaman berupa sirine yang menggunakan solar cell. Sebab kereta api terakhir yang melintas di jalur ini hingga pukul 21.00 WIB.

HARI TRI WASONO