Warung Toleransi, Jujugan Berbuka Puasa Kaum Papa

Editor

Zed abidien

TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo
TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo

TEMPO.CO, Jember - Sore mulai merayap di kota Jember. Sepuluh ibu-ibu nampak sibuk di sisi selatan halaman Klinik Pratama Panti Siwi di jalan Kartini Jember. Di bawah tenda, sebagian mengisi dan menata ratusan piring nasi dan gelas minuman diatas meja panjang. Sebagian sibuk menyiapkan lauk-pauk dan sayur pelengkap makanan.

"Tak terasa, sudah sepuluh tahun buka warung ini dan masyarakat meyambut baik,"ujar Ny. Maya Gunawan, seorang koordinator "Warung Murah Ramadan", Jumat, 26 Juli 2013.

Warung yang hanya ada di bulan puasa itu didirikan dan dikelola Wanita Katholik RI Kabupaten Jember sejak bulan Ramadan tahun 2004 silam. Letaknya di tengah-tengah jalan Kartini Jember, di antara gereja Santo Yusup dan Masjid Jami Al Baitul Amin di dekat Alun-alun kota Jember.

Menurut Maya, warung itu terus diadakan setiap bulan Ramadan karena mereka ingin berbagi dengan umat Islam yang sedang menjalankan ibadah
puasa, terutama mereka yang kurang mampu. "Seperti tukang becak yang tiap hari berbaur dan bekerjasama dengan kami di sepanjang jalan Kartini," katanya.

Meskipun sederhana, namun menu berbuka di warung itu terasa cukup nyaman. Setiap hari warung itu menghabiskan sedikitnya 200 piring nasi dan lauk yang dijual murah.

Seperti menu hari ini, sepiring nasi rawon, sepotong tempe goreng, dan sekeping kerupuk udang. Yang jelas, sejak awal Ramadan, menu dibuat  berganti-ganti seperti pecel, lodeh, soto dan rawon. Lauknya pun tidak sama setiap hari seperti tahu, tempe, ikan, telur dan daging.

Harga sepiring nasi dan lauk, serta segelas besar teh manis hangat dipatok Rp 2000. Padahal, saat Tempo meliput warung itu pada bulan Ramadan tahun 2007 lalu, harganya cuma Rp 1000 satu porsi. "Itu harga toleransi dari kami untuk saudara muslim," ujar Ny. Sri, seorang ibu
Katholik lainnya.

Dia menambahkan, ibu-ibu itu ingin membagi gratis makanan buka puasa pada para tukang becak dan umat Islam yang ingin berbuka di tempat itu. Namun mereka memutuskan untuk menjual makanan dan minuman dengan harga murah karena tidak ingin dicurigai melakukan misi seperti kristenisasi. "Selain itu, kami ingin tetap ada usaha meskipun hanya dua ribu," katanya.

Untuk modal warung itu, kata dia, setiap tahun anggota Wanita Katholik RI Jember melakukan iuran. Selain itu, kata dia, ada juga dana sumbangan para donatur dan beberpa perkumpulan yang diikuti ibu-ibu pegiat gereja dan Klinik.

Sebagian besar pelanggan warung itu memang tukang becak dan pedagang kaki lima yang mangkal di Jalan Kartini dan alun-alun kota Jember. Begitu tiba di temat itu, mereka langsung menyodorkan satu atau dua lembar uang Rp 2000.

Seperti Pak Iksan alias Rohmanto. Menjelang beduk adzan Magrib, bersama teman-temannya dia mendatangi halaman Klinik. Bapak tiga anak yang biasa mangkal di depan Mapolres Jember itu memilih tidak pulang ke rumahnya di Kelurahan Tegal Gede yang terletak sekitar 6 kilometer. Dia
dan teman-temannya memilih mengayuh becaknya yang hanya berjarak seratus meter ke Warung itu. "Kalau lapar, beli dua porsi, cukup empat ribu,"katanya seraya menyulut kretek.

Begitu adzan maghrib berkumandang, mereka langsung melahap makanan dan minuman yang telah dibeli. Mereka nampak menikmati makanan murah itu di atas becak yang diparkir atau di teras Klinik.

Selain tukang becak, ada juga penjual mainan dan pemilik jasa mainan anak-anak di Jalan Kartini hingga pedagang di Alun-alun Jember yang juga berbuka puasa di tempat itu. "Saya sudah tiga puas selalu buka puasa di sini. Habis buka, disambung salat magrib di masjid jamik, langsung kerja," kata Mistur, seorang pemilik 'odong-odong' keliling.

Menjelang pukul 18.15 WIB, tempat itu pun kembali sepi. Ratusan pelanggan "Warung Murah Ramadan" itu pun kembali ke tempat mangkal atau tempat usaha mereka masing-masing. "Kami senang bisa berbagi seperti ini setiap tahun dengan saudara-saudara muslim," kata Maya.

MAHBUB DJUNAIDY