Keriuhan Menjelang Magrib di Ampel  

Editor

Nur Haryanto

Sejumlah santri dan pengunjung duduk di beranda masjid seusai melakukan sholat di Masjid Rahmad, jalan Kembang Kuning, Surabaya, Selasa (9/7). Masjid yang didirikan oleh Raden Rahmad atau Sunan Ampel pada masa kerajaan Majapahit ini adalah masjid tertua di Surabaya. TEMPO/Fully Syafi
Sejumlah santri dan pengunjung duduk di beranda masjid seusai melakukan sholat di Masjid Rahmad, jalan Kembang Kuning, Surabaya, Selasa (9/7). Masjid yang didirikan oleh Raden Rahmad atau Sunan Ampel pada masa kerajaan Majapahit ini adalah masjid tertua di Surabaya. TEMPO/Fully Syafi

TEMPO.CO, Surabaya - Waktu berbuka puasa masih dua jam lagi ketika arus kendaraan bermotor mulai berbondong-bondong menjejali Jalan Nyamplungan hingga Jalan KH Mas Mansur, di area kawasan wisata religi Sunan Ampel, Surabaya, Jawa Timur, Selasa lalu. Seperti tidak ada yang mau mengalah, pengendara roda dua dan roda empat berebut ruang kosong di badan jalan untuk parkir.

Kemacetan menjadi pemandangan sehari-hari di jalan itu. Apalagi selama Ramadan. Setelah memarkir kendaraan, para pengemudi langsung menyerbu penjual hidangan takjil yang berada di jalan-jalan menuju Masjid Ampel itu. Setelah membeli menu berbuka puasa, ada yang langsung pulang. Tapi ada pula sebagian mencari warung dan memesan makanan sambil menunggu waktu berbuka.

Makanan yang dijajakan pedagang penjual hidangan takjil ini beragam, seperti roti Maryam, martabak mini, apem, dan roti mangkuk. Setiap pedagang rata-rata menjual makanan takjil yang mirip. Setelah waktu asar, para penjual takjil ini sudah dikerumuni pembeli.

"Enggak sampai waktu magrib, pasti ludes semua kuenya," kata Jali, salah satu penjual makanan takjil, di Jalan Ampel Kembang, Selasa lalu. Jalan ini berada di sekitar kawasan Ampel. Harga makanan takjil yang dijual Jali antara Rp 3.000 hingga Rp 5.000. Tak lama setelah menggelar dagangannya, ia sudah dikerumuni pembeli.

Pemandangan yang sama tampak di Jalan KH Mas Mansur. Sepanjang jalan ini juga ramai oleh penjual makanan takjil, termasuk penjual es kelapa muda. Lapak-lapak sate dan gulai juga banyak berada di sekitar jalan tersebut, selain warung-warung yang menjual masakan khas Arab.

Di pinggir Jalan Mas Mansur sore itu dijubeli mobil-mobil yang diparkir tak rapi. Keriuhan semacam ini berlangsung setiap hari hingga waktu tarawih. Setelah itu, barulah jalan tersebut mulai lengang. "Sejak awal Ramadan, setiap sore Jalan KH Mas Mansur selalu macet," kata Antok, penjual kue takjil.

Pemandangan berbeda terlihat di area dekat Masjid Sunan Ampel. Di sini yang terlihat adalah pedagang kurma, mukena, busana muslim, sarung, minyak wangi, dan aksesori lainnya. Kawasan ini juga ramai pada hari biasa, yang umumnya dikunjungi para peziarah ke makam Sunan Ampel. Saat Ramadan, pedagang yang paling sibuk adalah penjual kurma.

Kawasan wisata religi makam Sunan Ampel ini berjarak sekitar tiga kilometer dari kawasan Monumen Tugu Pahlawan atau satu kilometer dari kawasan Jembatan Merah. Pada awal-awal Ramadan, Masjid Ampel selalu penuh oleh jemaah yang biasanya datang untuk mendengarkan ceramah agama.

Menurut Toyib, salah satu pengurus masjid itu, peziarah makam tersebut akan bertambah ramai pada hari ke-21 hingga ke-27 Ramadan. Peziarah pada akhir Ramadan ini sebagian besar berasal dari luar kota.

DAVID PRIYASIDHARTA