Berkah Ramadan Belum Hampiri Pedagang di Cirebon

Editor

Zed abidien

Pedagang Jilbab arab di pasar Regional Tanah Abang, Jakarta, menyusun barang dagangan di dalam tokonya pada hari ke 3 ramadan, 23 Juli 2012. Biasanya masyarakat mulai ramai membeli perlengkapan hari raya pada akhir bulan Ramadan. TEMPO/Nasriah Muhammad
Pedagang Jilbab arab di pasar Regional Tanah Abang, Jakarta, menyusun barang dagangan di dalam tokonya pada hari ke 3 ramadan, 23 Juli 2012. Biasanya masyarakat mulai ramai membeli perlengkapan hari raya pada akhir bulan Ramadan. TEMPO/Nasriah Muhammad

TEMPO.CO, Cirebon - Memasuki Cirebon, terutama pada Selasa dan Sabtu, akan terlihat keramaian di Pasar Tegalgubug yang terletak di Kecamatan Arjawinangun, Kabupaten Cirebon. Ramainya aktivitas di pasar sandang yang diklaim terbesar di Asia Tenggara tersebut bahkan bisa menyebabkan kemacetan panjang di jalur pantura.

Pembeli dari berbagai daerah, bahkan luar negeri, akan ramai mendatangi pasar ini di hari pasarannya. Pedagangnya pun bisa meraup untung puluhan juta setiap kali berdagang. Saat Ramadan datang, biasanya Pasar Tegalgubug ramai dikunjungi pembeli maupun pedagang dari berbagai daerah.

Mereka membeli atau kulakan berbagai barang untuk dijual kembali di daerah asalnya. Produk yang banyak dibeli di bulan Ramadan ini selain aneka baju dan batik, juga mukena, busana muslim, serta perlengkapan yang biasa dipakai saat puasa dan Lebaran mendatang.

Namun tahun ini, pedagang di Pasar Tegalgubug mengeluhkan minimnya pendapatan mereka di bulan Ramadan ini. Seperti diungkapkan Fariz, seorang pedagang yang berjualan berbagai jenis batik. "Ramadan tahun ini tidak sama dengan Ramadan tahun kemarin," katanya. omzetnya pun menurun drastis.

Fariz menjelaskan, biasanya di hari keempat Ramadan, ia sudah bisa meraup untung hingga 20 juta. Tapi saat berjualan hari ini (Selasa, 16 Juli 2013), keuntungan yang didapatnya baru sekitar Rp 5 juta. Fariz menduga minimnya pembeli karena Ramadan bertepatan dengan tahun ajaran baru ditambah dengan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak yang ditetapkan oleh pemerintah beberapa waktu lalu.

Padahal biasanya, menurut Fariz, pembelinya yang berasal dari Tasikmalaya, Brebes, Tegal, dan termasuk Cirebon sendiri biasa membeli dalam jumlah besar hingga mencapai 30 kodi. Namun, beberapa pelanggannya hingga kini belum pernah datang ke toko milik Fariz. "Saat saya telpon, mereka bilang juga lagi susah uang," katanya.

Hal yang sama pun diungkapkan pedagang lainnya, Parman, yang berjualan busana muslim. "Hari ini pendapatan saya hanya sekitar Rp 7 juta. Padahal sudah siang seperti ini," katanya. Pedagang di Pasar Tegalgubug memang biasa berjualan mulai dini hari di hari Selasa dan Sabtu. Menurut Parman, biasanya dalam sehari omzetnya bisa mencapai Rp 35 juta, terutama di bulan Ramadan seperti tahun-tahun lalu.

Parman pun mengaku tidak tahu apakah minimnya pendapatan bisa berubah di hari-hari menjelang Lebaran mendatang. "Sebenarnya saya pesimis. Tapi mudah-mudahan saja ada keberuntungan," katanya.

IVANSYAH