Sehari Bersama Dian Pelangi

Editor

Nur Haryanto

Dian Pelangi pertama kali mengikuti peragaan busana pada 2009 di Melbourne, Australia, dalam acara Islamic Fashion Festival. Sebanyak 40 set busana yang ia tampilkan langsung mendapat sorotan dari koran 'The Age'. TEMPO/Nurdiansah
Dian Pelangi pertama kali mengikuti peragaan busana pada 2009 di Melbourne, Australia, dalam acara Islamic Fashion Festival. Sebanyak 40 set busana yang ia tampilkan langsung mendapat sorotan dari koran 'The Age'. TEMPO/Nurdiansah

PUKUL 10.00 WIB

THE SKENOO HALL, GANDARIA CITY, JAKARTA

Saat Dian sedang dirias, tiba-tiba Ascia Al Faraj "memaki" Dian. "I hate you. You made me buy a lot of clothes here," ujar fashion blogger asal Kuwait tersebut, lantas tertawa. Dian membalas candaan temannya itu dengan senyuman dan berkata, "I'm glad you enjoy it."

Pagi itu, Dian memakai jilbab berwarna kuning yang dilingkari aksesori hair band warna emas ala Bohemian Bourgeois, yang sedang menjadi tren di Paris. Bohemian Bourgeois dikenal sebagai BoBo, yakni aliran mode yang mengeksplorasi gaya hidup kelas menengah di Paris. Dian tampak mempesona.

Tapi jangan bayangkan Dian sudah trendy sejak kecil. Ia ingat betul, jilbab pertamanya adalah kain kotak paduan warna biru dan oranye. Ia melipatnya menjadi segitiga, lalu dipakainya tanpa "embel-embel" lain. Ia mulai berjilbab sejak duduk di bangku kelas I sekolah dasar, tapi masih “buka-tutup”.

Dian mengenal jilbab dari ibunya, Hernani Djamaloedin, pemilik butik muslim yang menanamkan tradisi Islam yang kuat kepadanya. Kalau azan subuh berkumandang, Dian akan dipaksa bangun untuk menunaikan salat. Jika tidak segera bangun, air dingin akan membanjiri wajahnya. Bahkan, sang ibu selalu mendatangkan guru mengaji setiap hari untuknya. "Ibu memang keras," ujar pengagum penyanyi Craig David ini.

Selain ketaatan pada agama, ajaran keras Hernani membuat Dian terampil menjahit dengan tangan sejak masih di bangku kelas II sekolah dasar. Rancangan pertama Dian adalah dress seksi untuk boneka Barbie-nya. Busana itu ia buat dari bahan katun.

Yang jelas, bakat Dian kecil bukan cuma menjahit. Ada bakat terpendam lain yang dimilikinya: menjadi kiper. Dian kecil memiliki hobi bermain sepak bola bersama teman-temannya di kompleks rumahnya di Permata Griya, Palembang, setiap sore. Tidak jarang, saat menjadi kiper, bola menyambar wajahnya. Bagi dia, itu sudah biasa. Tak aneh, saat masih kecil, kulit Dian dekil. Ia juga bertubuh kurus. "Jauh, deh, sama yang sekarang," kata Dian, yang berkulit bersih dan terang, sambil terbahak.

Selanjutnya Pukul 15.00