Es Goyobod, Sajian Anti-Dahaga Asli Sunda

Editor

Nur Haryanto

Es goyobod. Tempo/Gunawan Wicaksono
Es goyobod. Tempo/Gunawan Wicaksono

TEMPO.CO , Jakarta - Waktu magrib masih dua jam lagi. Namun puluhan remaja sudah memadati gerai jajanan di sudut jalan Kliningan Buah Batu Bandung, Rabu lalu. Sambil menikmati sore perdana Ramadan, mereka menanti menu spesial untuk berbuka: es goyobod.


Bagi warga Bandung, Jalan Kliningan sudah identik dengan gerai es goyobod. Dengan merek Es Gokil, kependekan dari Es Goyobod Kliningan, setiap hari gerai tersebut bisa menjual sekurangnya 1.000 porsi es campur khas urang Sunda itu. "Bulan puasa, bisa laris hingga 2.500 porsi," kata pengelola Es Gokil, Arif Kurniawan Yusuf, kepada Tempo.


Jika diamati, es goyobod tak berbeda dengan es campur biasa. Selain serutan es batu dan kuah gula-susu, racikan anti-dahaga ini dilengkapi irisan roti, alpukat, sekoteng, dan parutan kelapa muda. Hanya satu pelengkap khas-nya, yakni puding sagu aren berwarna jambon yang dipotong dadu. Puding itulah yang disebut goyobod


Menurut Arif, puding sagu itu diimpor langsung dari Garut, kota kecil nan sejuk di sebelah timur Bandung. Puding itu dibuat dengan resep khusus. "Warisan leluhur," ujar dia tanpa merincikan.


Goyobod punya sejarah panjang. Arif mengatakan, menu ini diperkenalkan seorang pedagang bernama Junaedi di Jakarta pada dekade 1930-an. Tak tenar di Ibu Kota, menu itu lantas dibawa anak Junaedi, Usep Suryana, ke Kota Kembang pada 1940-1945. Usep menjajakan es itu di Jalan Banceuy, pusat Kota Bandung, dengan isian yang sederhana: goyobod, es, dan santan. Tak dinyana, menu ini cukup laris.


Revolusi kemerdekaan ikut mempengaruhi kisah goyobod. Menurut Arif, setelah peristiwa Bandung Lautan Api, 24 Maret 1946, Usep terpaksa mengungsi ke Garut. Dia lantas membuka jongko es goyobod di Alun-alun kota. Usahanya terus berkembang, begitu pula dengan resepnya. Goyobod pun lantas dikenal sebagai menu khas Garut.


Warga Garut memiliki kisah yang berbeda soal ini. Kebanyakan dari mereka mengenal nama Abah Aca sebagai penemu goyobod. Lelaki warga Kampung Cibatu Garut Selatan ini sempat merantau ke Bandung dan menjual es racikannya di Banceuy. Pada era revolusi fisik 1945, Aca kembali Garut sembari mengembangkan usaha kuliner itu.


Bisnis goyobod Aca kini diteruskan oleh tiga anak lelakinya yang membuka lapak di Jalan Siliwangi, Jalan Ahmad Yani, dan Jalan Padjadjaran Garut. Di kota intan itu, anak-anak Aca berjualan dengan cara tradisional, menggunakan resep warisan ayahnya.


Meski ada perbedaan versi sejarah, menu goyobod di Bandung dan Garut sama. Begitu pula harganya, yang dipatok Rp 3.500-Rp 4.000 per porsi. Dan ketimbang memperdebatkan asal-usulnya, lebih baik nikmati saja es legit dan segar ini.


ANWAR SISWADI (BANDUNG) | SIGIT ZULMUNIR (GARUT) | FERY FIRMANSYAH