Haidar Bagir: Puasa, Ibadah Khusus untuk Allah

Editor

Nur Haryanto

Pemilik toko buku MP Point, Haidar Bagir, di kawasan Jeruk Purut, Jakarta, Rabu, 25 April 2007. [TEMPO/ Novi Kartika
Pemilik toko buku MP Point, Haidar Bagir, di kawasan Jeruk Purut, Jakarta, Rabu, 25 April 2007. [TEMPO/ Novi Kartika

TEMPO.CO, Jakarta - Melalui akunnya di Twitter @Haidar_Bagir, Haidar Bagir, cendekiawan, 9 Juli 2013, menyampaikan kultweet, mengenai esensi ibadah puasa.

Puasa adalah bulan Allah. Apa maksudnya? Dalam sebuah hadis qudsi, Allah berfirman: “Semua amal bani Adam adalah untuknya, kecuali puasa. Puasa adalah untuk-Ku, dan Aku sendiri yang akan membalasnya. Tapi, tidakkah semua perbuatan (ibadah) anak Adam adalah untuk Allah?”

Ternyata tidak. Dalam hadis qudsi lain, Allah berfirman: “Setiap perbuatan anak Adam adalah untuk mereka, selain puasa. Maka puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.”

Mengapa? Suatu kali Allah bertanya kepada Nabi Musa: “Wahai Musa, mana ibadahmu untuk-Ku?”
Nabi Musa menjawab: “Sesungguhnya semua ibadahku adalah untuk-Mu, Ya Allah.”
“Tidak demikian, wahai Musa,” Allah menukas. “Semua ibadahmu itu untukmu sendiri.”

Nabi Musa bertanya, “Lalu apakah ibadahku untuk-Mu?”
Allah menjawab: “Memasukkan rasa bahagia ke dalam diri orang yang hancur hatinya.”

Menyejajarkan kedua hadis qudsi itu, dapat disimpulkan bahwa esensi puasa sebagai pembinaan keprihatinan sosial, empati terhadap orang-orang susah.

Sebuah hadis lain mengajarkan kepada kita: “Hikmah yang terdapat dalam ibadah puasa adalah agar Allah memberikan persamaan antara hamba-Nya, agar orang kaya bisa merasakan kepedihan lapar dan rasa sakitnya, agar mereka dapat merendahkan hatinya di hadapan orang lemah, dan mengasihani yang fakir."

Imam Ali Ridha juga menyatakan: “Hikmah ibadah puasa adalah agar orang-orang yang berpuasa mengetahui susahnya keadaan orang-orang miskin di dunia, sehingga mendorong mereka mengeluarkan bagian yang wajib mereka keluarkan (untuk membantu orang-orang miskin) dalam milik mereka.”

Itu juga sebabnya Nabi menyatakan: “Sedekah paling utama adalah yang dilakukan pada bulan Ramadan.” Sedekah harta, ilmu, perhatian, waktu dan tenaga.” 

Diriwayatkan bahwa, meski Nabi adalah orang yang setiap saat dermawan, khusus di bulan Ramadan sedekahnya bagai angin, mengembus ke sana sini. Dengan kata lain, bulan Ramadan adalah momentum terbaik untuk melatih semangat keprihatinan sosial dan menaklukkan egoisme yang jadi sumber kekikiran.

Mari selalu kita ingat, esensi ibadah puasa Ramadan adalah pembinaan akhlak dan keprihatinan sosial kepada sesama kita yang mengalami kesusahan hidup. Mari jadikan ibadah puasa Ramadan kita sebagai ajang melatih mengendalikan diri atas nafsu-nafsu rendah, demi kembali kepada fitrah suci kemanusiaan kita.