Sambut Ramadan, Warga Magelang Gelar `Perang Air`

Editor

Zed abidien

Sejumlah anak bermain air mancur di kawasan Alun-alun kota Batu, Jawa Timur, Minggu (5/5). Permainan air mancur ini menjadi salah satu tempat hiburan alternatif bagi anak-anak untuk mengisi libur bersama keluarga. TEMPO/Aris Novia Hidayat
Sejumlah anak bermain air mancur di kawasan Alun-alun kota Batu, Jawa Timur, Minggu (5/5). Permainan air mancur ini menjadi salah satu tempat hiburan alternatif bagi anak-anak untuk mengisi libur bersama keluarga. TEMPO/Aris Novia Hidayat

TEMPO.CO, Magelang - Ratusan warga Dusun Dawung, Banjarnegoro, Mertoyudan, Magelang, berduyun-duyun menyusuri sawah menuju Sendang Kaliduwung, Ahad 7 Juli 2013. Sesampainya di sana, Sesepuh Desa, Purwosumarto segera berdoa dan mengambil air untuk dituangkan dalam kendi Sapta Puspa.

Air kendi pun diarak ke tengah kampung dengan iringan lagu-lagu kesenian rakyat. Sesampainya di lapangan, Purwosumarto menuangkan air kendi ke dalam padasan. Tari Ritual Pawitra pun mengiringi penuangan air ini.

Warga yang mengelilingi segera antri satu persatu untuk membasuh wajahnya dengan air dalam padasan. Tak hanya membasuh wajah, mereka pun mendapatkan air yang sudah dibungkus dengan plastik kecil.

Ritual pun berlanjut ketika warga saling mengguyur, menyerang, dan saling membasahi antar satu yang lainnya. Antusias warga begitu terlihat ketika warga saling mencari mangsa untuk diguyur. Meski tubuh basah, keceriaan tampak mewarnai wajah mereka.

Inilah ritual Padusan Bajong Banyu yang dilakukan warga Dawung sebelum jelang bulan suci Ramadan. Ritual ini baru pertama kalinya dilakukan sebagai bentuk kemasan baru tradisi padusan.

Koordinator Penyelenggara, Gepeng Nugraha mengatakan ritual ini bertujuan mengajak masyarakat menyucikan diri jelang Ramadan. Selain itu, makna khusus ritual ini lebih menjadi ajang keakraban dan kebersamaan masyarakat jelang Ramadan.

"Selama ini ritual padusan jelang Ramadhan hanya diwarnai dengan mandi di rumah atau sendang. Biasanya pun dilakukan sendiri-sendiri," katanya.

Bajong banyu sendiri, katanya, ditandai dengan pelemparan air antar warga. "Ini menjadi kekhasan ritual ini. Perang air jadi wujud kebersamaan dan kepasrahan," tambahnya.

Ia melanjutkan tradisi bojong banyu ini juga untuk membangkitkan kesenian rakyat seperti kesenian topeng ireng. Harapannya masyarakat makin melestarikan topeng ireng dari generasi ke generasi. "Untuk ritual ini kami melibatkan 40 penari," tambahnya. Gepeng pun berharap ritual ini bisa dilakukan rutin setiap tahunnya.

Salah satu warga desa, Darmi, 50 tahun, mengatakan ritual padusan baru ini tampak unik dan menarik. Sebelumnya ritual padusan jelang Ramadan hanya dilakukannya bersama keluarga dan tetangga sekitar. "Ritual seperti ini memang mengumpulkan semua warga desa," katanya.

Ia berharap ritual ini bisa dilakukan terus menerus. Selain menambah kerukunan juga memotivasi warga untuk melakukan puasa dengan ikhlas.
Tradisi bojong banyu ini kemudian dilanjutkan dengan acara bersih makam dan pentas jathilan.

OLIVIA LEWI PRAMESTI