Bado Kupat Yogya Lestarikan Ajaran Sunan Kalijogo

Warga membeli kulit ketupat di pasar Kaget Semanan, Jakarta Barat, Jumat (3/8). Menyambut tradisi Qunut (hari ke-15) dalam bulan Ramadan mendatangkan rezeki bagi para pedangang kulit ketupat musiman dengan omset perhari mencapai Rp 2 Juta. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat
Warga membeli kulit ketupat di pasar Kaget Semanan, Jakarta Barat, Jumat (3/8). Menyambut tradisi Qunut (hari ke-15) dalam bulan Ramadan mendatangkan rezeki bagi para pedangang kulit ketupat musiman dengan omset perhari mencapai Rp 2 Juta. TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat

TEMPO.CO, Yogyakarta – Warga kampung wisata budaya Pandeyan Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta menggelar ritual Ba’do Kupat, Minggu 26 Agustus 2012. Rutin digelar sepekan setelah lebaran sejak dua tahun lalu, kegiatan ini merupakan bentuk pelestarian ajaran Sunan Kalijogo.

Lurah Pandeyan Didik Setyadi mengatakan ritual itu bertujuan menjaga silaturahmi antar warga kampung. "Agar bisa guyub rukun saling bergotong royong," katanya di sela acara.

Ritual itu berupa serangkaian acara yang dilakukan sejak pagi. Dari bersih-bersih kampung (merti dusun), bazar makanan, kirab gunungan berbahan sayuran, kenduri hingga pentas kesenian tradisional. Kirab dilakukan pada siang hari. Gunungan diarak berkeliling kampung dengan iringan penampilan kesenian tradisional, semisal jathilan, barongsai, gejog lesung dan ledek gogik.

Ba’do Kupat, menurut Didik, merupakan kiasan tiga simbol filosofis pada ketupat. Rumitnya anyaman daun kelapa merupakan gambaran dosa-dosa manusia. Jika dibelah, isinya berupa nasi putih dan menjadi simbol kesucian. "Yang ketiga kesempurnaan bentuk ketupat (setelah saling bermaafan)," katanya.

Kampung wisata budaya Pandeyan dirintis sejak enam tahun lalu. Lokasinya dipusatkan di tiga wilayah Rukun Tetangga di Kelurahan Pandeyan, RT. 12, 13 dan 14. "Jadi berdirinya setelah gempa (bumi) tahun 2006," kata Sekretaris Kampung Muhammad Darobi. "Kami berusaha bangkit dengan menghidupkan budaya tradisional."

Perlahan namun pasti, berbagai kesenian tradisional rutin digelar di kampung ini. Selain pementasan ketoprak, sepekan sekali warga berlatih dan mementaskan wayang kulit di kampung ini sejak tiga tahun lalu. Dengan dana swadaya, tercatat sebanyak 39 dalang bergiliran mengisi kegiatan itu. "Tiap malam Jumat acaranya," katanya.

Ia mengatakan pemerintah kota memang memberikan dukungan dana untuk kegiatan kampung. Namun, tak banyak jumlahnya. "Rp 10 juta per tahun," katanya.

Menurut dia, sejak kampungnya dideklarasikan sebagai kampung wisata budaya, warga bisa sedikit menikmati hasilnya. Misalnya saja, selain membawa keuntungan ekonomi dengan berdagang saat ada kegiatan, sejumlah warga yang lain kini memiliki profesi lain di luar pekerjaan tetapnya. Yakni menjadi pemeran dalam sejumlah pementasan kesenian tradisional.

"Itu contohnya," katanya menunjuk deretan prajurit lombok abang pada acara kirab gunungan. Prajurit itu merupakan satu di antara pasukan Keraton Yogyakarta. Mereka mengenakan topi berbentuk kerucut dan mengenakan pakaian serba merah. Seragam itulah yang membuatnya mereka disebut lombok abang (cabe merah). "Mereka itu warga sini semua."

ANANG ZAKARIA

Berita lain:
Liputan Khusus Ramadan dan Lebaran 2012
Yang Terjadi di Kamar Itu Saat Harry Difoto Bugil

Ahok: Hebat kan, Saya Jadi Koboi

Ribuan Orang Padati Halal Bihalal Jokowi-Ahok

Artis-artis Ini Dukung Jokowi-Ahok

Hashim : Jokowi-Basuki akan Bantu Prabowo di 2014