Awas, Banyak Ustad 'Gadungan' di Televisi  

Sejumlah umat muslim mendengarkan ceramah usai Sholat Id Idul Adha 1432 H di Lapangan Karebosi, Makassar, Minggu (6/11). Seluruh ummat muslim melaksanakan shalat idul adha pada hari ini kemudian di lanjutkan dengan pemotongan hewan kurban.TEMPO/Fahmi Ali
Sejumlah umat muslim mendengarkan ceramah usai Sholat Id Idul Adha 1432 H di Lapangan Karebosi, Makassar, Minggu (6/11). Seluruh ummat muslim melaksanakan shalat idul adha pada hari ini kemudian di lanjutkan dengan pemotongan hewan kurban.TEMPO/Fahmi Ali

TEMPO.CO , Jakarta - Majelis Ulama Indonesia melihat banyak ulama yang tidak berkompeten dan berintegritas tampil menjadi penceramah agama di televisi.

"Harusnya kualitas dan validitas serta keteladanan juru dakwah diperhitungkan," kata Wakil Ketua Tim Pemantau TV Ramadan 1431 H dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Imam Suhardjo, di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Senin, 6 Agustus 2012.

Imam mengatakan, banyak tayangan komedi yang berujung pada makian atau melecehkan individu atau sekelompok orang. Ia prihatin, sebagian penceramah agama itu justru larut di skenario komedi.

Imam mencontohkan tayangan di Indosiar ketika Inul Daratista mengatakan "Pak saya nggak mandul lho, buktinya saya punya anak." Kemudian, ustad menanggapi dengan perkataan, "Lagian bukannya dibor malah ngebor."

Menurut Imam, pernyataan ini justru merendahkan seorang ustad. Ia juga menyayangkan ustad lain di Trans TV yang juga ikut ambil bagian waktu joget bersama secara berlebihan.

Imam mencermati, banyak dai yang menyampakan riwayat keagamaan dengan akurasi yang rendah. "Menggunakan hadis yang tidak sahih," kata Imam. Ia berharap para penceramah terus berusaha meningkatkan kompetensinya sebagai ustad.

Menurut Imam, ustad yang mempunyai kompetensi bisa dilihat dari segi kognitif, afektif dan psikomotorik. Kognitif, artinya ustadz mempunyai pengetahuan agama yang mumpuni. Afektif, ustadz mempunyai kemampuan mengaitkankan ajaran-ajaran agama dengan permasalahan sehari-hari. Sedangkan psikomotorik, ustadz itu mempunyai kehidupan atau perbuatan yang terpuji.

"Kalau tidak ada ketiga itu, berarti tidak layak disebut ustad," ujar Imam. Ia berharap stasiun televisi lebih berhati-hati memilih penceramah. Televisi diimbau untuk lebih mengutamakan kompetensi di atas unsur selebriti.

SUNDARI

Berita Ramadan lainnya:
Busyro Tolak Kenang-kenangan Perangkat Alat Salat

Terminal Rajabasa Siap Tampung Pemudik

Busyro Puasa Bicara Kasus yang Ditangani KPK

3 Masalah Pembayaran THR yang Berulang Tiap Tahun

Senayan City Gelar Midnight Sale 38 Jam

Jember Kewalahan Atasi Gelandangan dan Pengemis

Ramadan, KPI Tegur 7 Acara Televisi

Waspadai 9 Titik Pasar Tumpah Surakarta

Alasan Polisi Bersepeda Amankan Terminal

Tiket Bus Dijual di Stasiun untuk yang Telantar