Sufi, Sebuah Sajian untuk Hati

TEMPO/Panca Syurkani
TEMPO/Panca Syurkani

TEMPO Interaktif, Jakarta - Labelnya memang kafe, tapi jangan bayangkan seperti tempat kongko pada umumnya. Tidak ada menu utama yang bisa mengenyangkan perut, minuman yang melegakan kerongkongan, maupun hidangan penutup yang manis dan menyegarkan. Apalagi minuman beralkohol. Yang ada adalah hidangan untuk hati atau jiwa. "Heaven life food (makanan surga)," kata Muchin Mulaela, Pengelola Rumi Cafe.

Rumi Cafe terletak di sebuah rumah toko di Jalan Iskadarsyah, Jakarta Selatan. Kafe jiwa ini menawarkan dakwah dengan cara yang berbeda, yakni dakwah yang menjangkau masyarakat urban dengan pendekatan tasawuf. Tujuannya, menciptakan kaum sufi perkotaan yang beriman dan bertakwa.

Saat Tempo membuka pintu kafe, Jumat pekan lalu, ketenangan terasa dari dalam ruangan yang penuh memajang lukisan para sufi dengan interior ala Timur Tengah. Salah satunya Jalaluddin Rumi, sufi agung abad ke-13. Seusai membuka sepatu, dari balik sekat pemisah di ruangan lantai satu seluas 8 x 14 meter persegi, beberapa orang terlihat sedang asyik berdiskusi.

Itulah sebagian kecil kegiatan yang ada di kafe mungil berlantai dua ini. Jemaah di sini menggunakan tempat tersebut untuk sekadar kongko, bertukar pikiran, juga menemukan jalan menuju Sang Pencipta. Mereka disuguhi sajian zikir, kajian samudra, meditasi sufi, dan whirling--tarian berputar-putar karya Rumi. Semuanya gratis.

Muchin mengatakan semua yang dilakukan di Rumi Cafe murni sebagai dakwah Islam sesuai dengan ajaran Rasulullah yang penuh cinta damai. "Tasawuf tidak hanya mendengar, melihat, dan membaca, tapi juga harus dijalani," ujarnya. Jemaah diajari cara menebarkan cinta kepada masyarakat luas tanpa memandang ras, agama, suku, dan kebangsaan.

Jemaah di Rumi Cafe berasal dari berbagai kalangan. Mulai eksekutif muda, ekspatriat, pegawai negeri, sampai anak jalanan. Beberapa artis Ibu Kota pun tercatat sering berdatangan ke kafe ini. Ustad Jefri al-Bukhori adalah salah satunya. Semua diterima dengan tangan terbuka.

Malam itu ada Delia Ursanti, 33 tahun, seorang anggota jemaah yang rutin datang dan menjadi jemaah secara tidak sengaja. Tiga bulan lalu, ia terjebak kemacetan di Jalan Iskandarsyah, lajang ini seolah-olah terbawa lambaian Rumi dari tulisan yang terbaca di luar dinding kafe. Ia buka pintu Rumi Cafe. "Lalu saya menemukan ketenangan di sini," ucapnya. Padahal sebelumnya pegawai swasta di perusahaan kimia ini selalu resah dalam pencarian Tuhan.

Anggota lain, Khrisna, 39 tahun, juga mengaku ia tidak waras sebelum menemukan Cafe Rumi ini. "Tidak ada satu pun tempat yang bisa mengobati saya," kata ayah dua anak ini. Sekarang, saban Senin, keduanya selalu mengikuti kegiatan zikir. Saat Ramadan, seusai berbuka, salat berjemaah, dan tarawih, puluhan pria dan wanita yang menempati dua lantai secara terpisah ini tenggelam dalam kebesaran Sang Pencipta. Saat itulah, para penari whirling berputar-putar.

Rumi Cafe diresmikan oleh Mawlana Syekh Hisham Kabbani ar-Rabbani qs pada 10 Agustus 2008 di Four Season Hotel, Jakarta. Mawlana Shaykh Muhammad Hisham Kabbani qs adalah seorang syekh sufi paling berpengaruh di dunia saat ini. Jutaan muridnya tersebar di lima benua, pusatnya di Amerika dan Eropa. Presiden, raja-raja, dan pemimpin dunia yang menjadi murid beliau di antaranya Pangeran Charles; Sultan Brunei; Yang Dipertuan Agong, Malaysia; Raja Ashman dari Perak, Malaysia; dan Presiden Afganistan Hamid Karzai.

Rumi Cafe berafiliasi dengan Naqshbandi Haqqani Meditation Center di Michigan, AS, di bawah bimbingan master sufi dunia, Mawlana Syekh Hisham Kabbani ar-Rabbani qs dan Haqqani Sufi Institute of Indonesia.

RUDY P | AMIRULLAH