Hukum, Syarat, dan Berkah Memberangkatkan Umrah Orang Tua ke Tanah Suci

Umat Islam berjalan keluar masjid usai melaksanakan ibadah Shalat Dzuhur di Masjidil Haram, Mekkah, Arab Saudi, Kamis 27 Oktober 2022. Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi Tawfiq Al Rabiah menegaskan bahwa vaksinasi meningitis bukan syarat wajib bagi jamaah umrah, termasuk jamaah umrah Indonesia. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Umat Islam berjalan keluar masjid usai melaksanakan ibadah Shalat Dzuhur di Masjidil Haram, Mekkah, Arab Saudi, Kamis 27 Oktober 2022. Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi Tawfiq Al Rabiah menegaskan bahwa vaksinasi meningitis bukan syarat wajib bagi jamaah umrah, termasuk jamaah umrah Indonesia. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

TEMPO.CO, Jakarta - Umrah merupakan salah satu ibadah yang sangat diidamkan oleh umat Muslim karena memiliki nilai dan berkah yang luar biasa. Bagi sebagian orang, memberangkatkan orang tua ke tanah suci untuk ibadah umrah atau haji merupakan salah satu keinginan yang mendalam. Namun, sebelum melangkah lebih jauh, penting untuk memahami hukum, syarat, dan berkah dalam mengumrahkan orang tua.

Hukum memberangkatkan umrah orang tua

Mengumrahkan orang tua maupun orang lain diperbolehkan dalam Islam, istilah lainnya adalah badal umrah. Terdapat hadits yang mengatakan bahwa dengan menjaga orang tua, kita akan berpeluang mendapatkan salah satu pintu surga.

“Orang tua adalah paling pertengahan dari pintu-pintu surga. Jika kamu mau, sia-siakanlah pintu itu (kau tidak mendapat surga) atau jagalah ia (untuk mendapatkan pintu surga itu).” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Oleh karena itu, mengajak mereka untuk melaksanakan umrah juga merupakan upaya kita untuk melengkapi ibadah yang telah mereka lakukan. Tidak hanya merupakan kewajiban anak untuk berbakti kepada orang tua, tetapi juga dapat memberikan berkah dan pahala yang besar asalkan dilakukan dengan langkah yang benar.

Dikutip dari Umroh.com, mengumrahkan orang tua maupun orang lain diperbolehkan apabila mengikuti syarat-syarat yang telah dijelaskan para ulama. 

Niat, persiapan, dan restu orang tua

Persyaratan utama dalam mengumrahkan orang tua adalah memiliki niat ikhlas dan tulus semata-mata karena Allah SWT yang harus menjadi dasar utama dalam setiap ibadah. Di samping itu, penting untuk melakukan persiapan yang matang, termasuk dalam hal keuangan, kesehatan, dan logistik perjalanan. 

Mengumrahkan orang tua juga memerlukan izin dan restu dari mereka, karena sebagai anak kita bertindak sebagai perwakilan mereka dalam melaksanakan ibadah tersebut.

Kemampuan orang yang diumrohkan

Badal umrah diperuntukkan bagi mereka yang menderita sakit yang tidak memungkinkan kesembuhan, atau bagi mereka yang mengalami keterbatasan fisik, atau bagi mereka yang telah meninggal dunia.

Tidak sah menggantikan ibadah umrah bagi orang yang fisiknya masih mampu melakukan ibadah tersebut. Ulama Ibnul Mundzir pernah menyatakan bahwa “Para ulama sepakat bahwa siapa yang punya kewajiban menunaikan haji Islam dan ia mampu untuk berangkat haji, maka tidak sah jika yang lain menghajikan dirinya.”

Selain itu, diperbolehkan mengumrahkan orang tua yang sudah meninggal. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda, "Apabila anak Adam meninggal dunia, terputuslah amalannya, kecuali tiga hal: amal jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak yang soleh." 

Oleh karena itu, mengumrahkan orang tua yang sudah meninggal adalah suatu amal jariyah yang dapat memberikan kebaikan dan pahala yang berkelanjutan bagi mereka.

Di sisi lain, membadalkan umrah tidak ditujukan bagi mereka yang tidak mampu secara finansial. Sebab hukum wajibnya menjalankan haji atau umroh berlaku bagi mereka yang memiliki kemampuan finansial. 

Jadi, jika yang diwakilkan dalam haji atau umrah adalah orang yang tidak mampu secara harta, maka kewajiban haji atau umroh tersebut tidak berlaku. Membadalkan umrah hanya berlaku bagi mereka yang tidak mampu secara fisik saja.

Siapa yang boleh membadalkan umrah?

Orang yang membadalkan umrah harus yang telah menunaikan umroh terlebih dahulu. 

Hal ini dijelaskan pada hadits riwayat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendengar seseorang mengucapkan, “Labbaik ‘an Syubrumah (aku memenuhi panggilan-Mu, Ya Allah, atas nama Syubrumah.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bertanya, “Memangnya siapa Syubrumah?”

Ia menjawab, “Syubrumah adalah saudaraku atau kerabatku.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas kembali bertanya, “Engkau sudah berhaji untuk dirimu?”

Ia menjawab, “Belum.”

Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi saran, “Berhajilah untuk dirimu dahulu, barulah berhaji atas nama Syubrumah.” (HR. Abu Daud, no. 1811 disahihkan oleh Syaikh Al-Albani)

Selain itu, Allah mengizinkan seorang pria untuk membadalkan wanita, dan begitu pula sebaliknya. Jadi apabila seorang anak lelaki ingin mengumrahkan ibunya, maka hukumnya adalah mubah.

Akan tetapi ada larangan dalam mengumrahkan orang lain, yakni tidak diperbolehkan membadalkan dua orang atau lebih secara bersamaan dalam satu ibadah.

Saat ini, banyak biro perjalanan haji dan umrah dari Indonesia di Mekkah yang menawarkan jasa pembaruan. Namun, dalam rangka mengurangi biaya, beberapa dari mereka melakukan pembaruan haji dan umrah untuk dua hingga sepuluh orang sekaligus. 

Hal ini jelas melanggar batas syariat. Oleh karena itu, hindarilah tertipu oleh sindikat penipu dalam ibadah pembaruan haji dan umrah.

Kesempatan untuk mengumrahkan orang tua adalah momen yang sangat istimewa dan berharga. Melalui ibadah ini, kita dapat melengkapi perjalanan kehidupan mereka dengan kebaikan dan keberkahan. 

Semoga dengan segala usaha dan niat yang tulus, kita dapat memberikan yang terbaik bagi orang tua kita dan mendapatkan keberkahan yang melimpah dari-Nya. 

Pilihan Editor: Kemenag Dua Kali Beri Peringatan ke Travel Umrah yang Telantarkan Jemaah di Mekah 

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram http://tempo.co/. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.