Asal Usul Ngabuburit, Istilah Bahasa Sunda yang Masuk KBBI

Reporter

Editor

Devy Ernis

Warga  berfoto saat menunggu waktu berbuka puasa atau ngabuburit di kawasan Masjid At-Thohir, Depok, Jawa Barat, Kamis, 30 Maret 2023. Masjid yang terletak di Tapos, Depok tersebut tak hanya sering dikunjungi warga sekitar, namun warga dari sekitaran Depok seperti Cibubur pun banyak yang ingin melihat keindahan masjid tersebut. TEMPO/Nufus Nita Hidayati
Warga berfoto saat menunggu waktu berbuka puasa atau ngabuburit di kawasan Masjid At-Thohir, Depok, Jawa Barat, Kamis, 30 Maret 2023. Masjid yang terletak di Tapos, Depok tersebut tak hanya sering dikunjungi warga sekitar, namun warga dari sekitaran Depok seperti Cibubur pun banyak yang ingin melihat keindahan masjid tersebut. TEMPO/Nufus Nita Hidayati

TEMPO.CO, Jakarta - "Ngabuburit” kerap menjadi istilah bahasa populer yang digunakan masyarakat selama Ramadan. Istilah yang awalnya berasal dari bahasa Sunda ini penggunaannya makin meluas secara nasional, tidak hanya terbatas di kalangan penutur bahasa Sunda saja.

Menurut pakar bahasa Sunda Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran (Unpad) Gugun Gunardi, kata ngabuburit dalam bahasa Sunda berarti “ngalantung ngadagoan burit” atau bermain sambil menunggu waktu sore.

“Asal katanya dari ‘burit’, yaitu waktu sore, senja, menjelang adan Magrib, atau menjelang matahari terbenam,” kata Gugun dilansir dari laman Unpad pada Jumat, 7 April 2023.

Istilah itu kemudian digunakan masyarakat sebagai aktivitas untuk menunggu saat buka puasa di bulan Ramadan. Ragam aktivitas yang dilakukan bisa berupa bermain permainan tradisional, berjalan-jalan, berdagang, hingga melakukan aktivitas keagamaan.

Lebih lanjut Gugun menerangkan, istilah ngabuburit sebenarnya sudah ada sejak zaman Orde Baru, atau saat ulama Buya Hamka menjadi ketua umum pertama Majelis Ulama Indonesia pada 1975. Kala itu, ulama Buya Hamka mendapat arahan dari Presiden Soeharto untuk mengisi momentum ngabuburit dengan kegiatan keagamaan.

Hal ini tentunya bisa diterapkan kembali di masa kini, khususnya oleh para generasi muda. “Generasi muda bisa melakukan ngabuburit dengan berdiskusi. Ini waktu yang bagus sehingga pengetahuan kita dapat bertambah dan juga terjalin silaturahmi,” ujar Gugun.

Saat ini, ngabuburit sudah ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Menurut Dosen Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Unpad Wahya, proses penyerapan kata tersebut ke dalam bahasa Indonesia berawal dari ketidakadaan konsep kata yang sepadan untuk penggunaan sehari-hari di luar penutur bahasa Sunda.

Ada beberapa pertimbangan suatu kata bisa digunakan banyak penutur. Pertama, soal bunyi, apakah enak didengar atau tidak mengarah ke makna tertentu. Susunan kata juga dipertimbangkan, seperti apakah sesuai dengan susunan suka kata bahasa Indonesia atau tidak.

Pertimbangan selanjutnya adalah keringkasan, yakni kata itu tidak terlalu panjang saat diucapkan. “Dengan dasar ini tampaknya kata ngabuburit yang berasal dari bahasa Sunda diserap ke dalam bahasa Indonesia,” kata Wahya.

Kata ngabuburit sendiri diserap secara utuh ke dalam bahasa Indonesia tanpa pergeseran makna. Dengan kata lain, tidak ada perubahan makna saat kata tersebut digunakan ke dalam bahasa Indonesia.

Hal ini sekaligus menjadi bukti bahwa bahasa daerah dapat memperkuat kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia. Wahya memaparkan, dalam kontak bahasa, misalnya bahasa daerah dan Indonesia dikenal istilah interferensi dan integrasi.

Interferensi terkait dengan penyerapan kata dari bahasa lain yang masih diperlakukan sebagai kata asing, sedangkan integrasi terkaiit dengan penyerapan yang diperlakukan bukan sebagai kata asing. Dalam hal ini, lanjut Wahya, kata ngabuburit termasuk ke dalam integrasi, karena tidak diperlakukan sebagai bahasa asing lagi dalam bahasa Indonesia.

Oleh karena itu, Wahya berpesan kepada masyarakat agar tetap melestarikan bahasa daerah untuk memperkuat bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. “Bahasa daerah harus tetap dipelihara atau dilestarikan demi memperkuat dan mengembangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara,” ujar Wahya.

Pilihan Editor: Turnitin Rilis Teknologi AI Deteksi Tulisan ChatGPT di Kalangan Siswa