TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ibu Negara Sinta Nuriyah Wahid melakukan safari Ramadan 1444 Hijriah di wilayah Provinsi Jawa Timur sepanjang 3-6 April 2023.
Kegiatan safari Ramadan istri Presiden Keempat Republik Indonesia Kiai Haji Abdurrahman Wahid alias Gus Dur itu diawali di Madiun pada 3 April, wilayah Malang Raya (Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Batu) 5-6 April, serta Sidoarjo pada 7 April.
Di wilayah Malang Raya, Sinta mengawali kegiatan safari Ramadan-nya di Aula Sanika Satyawada Markas Kepolisian Resor Malang Kota (Polresta) Rabu malam, 5 April.
Sinta mengisi ceramah kebangsaan yang dihadiri Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Inspektur Jenderal Toni Harmanto, Kepala Polresta Malang Komisaris Besar Budi Hermanto, Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur Kiai Haji Marzuqi Mustamar, Wali Kota Malang Sutiaji, serta Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang I Made Riandiana Kartika.
Saat berceramah, Sinta berpesan kepada semua hadirin untuk merawat semangat pluralisme, menjaga toleransi antarumat beragama, sebagaimana sering disampaikan Gus Dur di masa hidupnya.
“Tentunya kita wajib bersyukur karena kita dapat melewati musibah pandemi Covid-19. Namun kenyataannya masih banyak tantangan yang harus kita hadapi bersama,” kata Sinta.
Tantangan yang dimaksud Sinta adalah menjaga agama agar tidak sampai dijadikan oleh pihak tertentu sebagai alat politik yang merusak kerukunan hidup beragama. Tantangan lain adalah menjaga pikiran dan pendapat agar tetap sehat, menjaga keturunan agar menjadi generasi yang bermanfaat bagi bangsa dan umat, menjaga kesehatan jiwaraga, serta menjaga harta supaya bisa menjadi sumber kebaikan dan kebahagiaan.
Dari semua tantangan yang disebut Sinta, menjaga agama agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan politik menjadi tantangan terbesar bagi kepolisian agar Indonesia tetap aman dan damai. Semua komponen bangsa harus mendukung dan saling membantu.
Sedangkan safari di Kabupaten Malang dilakukan Sinta dengan sahur bersama di Pendapa Agung Kabupaten Malang, Kamis dini hari, 6 April. Acara ini pun dikemas sebagai ceramah kebangsaan yang berintikan ajakan Sinta kepada semua komponen bangsa untuk menjaga pluralisme dan toleransi antarumat beragama.
“Agama harus bisa menjadi sumber perdamaian bagi kita semua, rahmatan lil alamin,” kata Sinta.
Kegiatan sahur bersama itu dihadiri Bupati Malang Muhammad Sanusi, Wakil Bupati Malang Didik Gatot Subroto, pejabat forum koordinasi pimpinan daerah (forkopimda), pejabat Pemerintah Kabupaten Malang, serta semua (33) camat.
Hal serupa disampaikan Sinta saat menghadiri acara berbuka puasa bersama di aula Wihara Dhammadipa Arama, Kota Batu, pada Kamis petang, 6 April. Sinta diterima langsung oleh Bikkhu/Banthe Jayamedho Thera, kepala wihara.
Saat Sinta memasuki ruangan, sejumlah mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Buddha (STAB) Kertarajasa, Kota Batu, menarikan tarian Pendet dengan iringan musik gamelan.
Rangkaian acara yang dilaksanakan oleh komunitas jaringan Gusdurian Kota Batu itu diawali Sinta dengan memberikan santunan kepada sejumlah anak yatim piatu, disusul menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, lagu mars Gusdurian, dan pembacaan Al-Qur’an.
Saat memberi sambutan, Sinta sempat memberikan beberapa pertanyaan tentang tujuan berbuka puasa dan sahur bersama. Dia juga sempat menanyakan beberapa nama suku dan agama para hadirin. Selain agama yang sudah populer seperti Islam, Kristen, Buddha, dan Hindu, Sinta sempat menanyakan apakah pemeluk Ahmadiyah dan agama Baha’i ada yang hadir.
Konteks pertanyaan Sinta adalah bhineka tunggal ika. Dia mengajak agar semua elemen bangsa menjaga persatuan dan kesatuan. Perbedaan suku, agama, dan budaya bukan penghalang bagi bangsa Indonesia untuk bersatu dan maju bersama dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Kita harus hidup rukun dan damai, saling menghargai, saling menghormati, dan saling mencintai karena sebetulnya kita semua adalah satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa sebagaimana diikrarkan sebagai Sumpa Pemuda (1928),” kata Sinta, yang kemudian mengajak para hadirin menyanyikan lagu Satu Nusa Satu Bangsa.
Pada kesempatan itu Sinta menerima satu pertanyaan dari seorang jemaat Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) tentang pelarangan orang beribadah maupun penutupan rumah ibadah.
Sinta menegaskan hal tersebut tidak bisa dibenarkan karena semua warga negara berhak menjalankan ibadah dan kepercayaannya secara bebas sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999.
“Bahwa masih ada terjadi juga, itu tandanya ada kemerosotan moral, hati nurani yang kering, kerontang, dan membatu pada diri pelaku,” ujar Sinta.
Selebihnya Sinta mengatakan safari Ramadan merupakan kegiatan rutin tahunan yang dia lakukan sejak Gus Dur masih jadi presiden. Safari Ramadan memang dimanfaatkan untuk merekatkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.