Santri Tunanetra di Palembang Isi Ramadan dengan Perbanyak Hafalan Al Quran

Ustad Anton Wibisono (paling kanan) sedang menerimah setoran hafalan santrinya di Ponpes Tuna Netra Cahaya Qolbu Palembang. TEMPO/ Parliza Hendrawan
Ustad Anton Wibisono (paling kanan) sedang menerimah setoran hafalan santrinya di Ponpes Tuna Netra Cahaya Qolbu Palembang. TEMPO/ Parliza Hendrawan

TEMPO.CO, Palembang - Belasan santriwan dan santriwati di Pondok Pesanteren Tunanetra Cahaya Qolbu, Palembang, Sumatera Selatan memperbanyak kegiatan agama selama Ramadan sebagai bentuk rasa syukur atas segenap pemberian Tuhan yang Maha Kuasa. Sejak pagi hari, kegiatan diisi untuk memperdalam ilmu agama mulai dari salat subuh berjemaah di dalam asrama hingga menghafal Al Quran.

Semua kegiatan itu dilakoni juga oleh Andi Sugianto, 36 tahuh, salah seorang santriwan. Para santri berikhtiar untuk memperbanyak hafalan dan ilmu tentang keislaman lainnya.

Bukan Al Quran biasa, tapi di bawah bimbingan ustad Anton Wibisono, mereka membuka lembar demi lembar Al Quran braille. Anton dan santri lainnya adalah penyandang tunanetra, tidak dapat melihat.

Kegiatan santri tunanetra

Jari para santri terlihat begitu lincah menatap huruf hijaiyah dengan simbol-simbol tertentu. Bahkan beberapa diantara santri sudah lancar membaca dan menulis ayat Al Quran sehingga gerakan jari semakin lancar. Andi yang baru 4 bulan menjadi santri sudah terbiasa membaca ayat-ayat suci itu meski belum begitu lancar. 

Usai memperbanyak hafalan Al Quran, Anton membimbing Andi dan kawan-kawan untuk mengenal tata cara pemuliaan jenazah. Kegiatan ini meliputi memandikan jenazah, mengkafani hingga mensolatkan jenazah.

"Pada waktu-waktu tertentu mereka kami ajari masas dan juga ilmu dasar hingga mahir Orientasi Mobilitas (OM)," kata Anton Wibisono, Selasa, 28 Maret 2023.

Pengenalan OM, menurut Anton, sangat penting agar santri bisa bepergian secara mandiri tanpa rasa khawatir tersesat atau tertabrak kendaraan.  

Setiap santri di sini akan mendapatkan ilmu baca tulis Al Quran braille, Pendidikan Agama Islam, ibadah kemasyarakatan, pengobatan, kewirausahaan, masas dan olahraga. Khusus kewirausahaan, santri akan mendapatkan keterampilan macam-macam usaha serta bagaimana cara pemasarannya.

"Kami acara cara memasak dan memasarkan kemplang tunu (kelempang bakar)," kata Anton. 

Secara formal, Ponpes Tunanetra Cahaya Qolbu didirikan oleh Hendri Zainuddin sejak 2 tahun yang lalu. Tapi sejak 2018, pondok ini sudah memiliki aktivitas belajar mengajar secara nonformal.

Selama itu, pondok ini sudah menelurkan belasan alumni penghafalan Al Quran. Terakhir pada hafla II November 2022, pondok ini menelurkan 7 santri dan sebelumnya sudah ada 4 santri yang menyandang gelar hafidz atau penghafal Al Quran. 

Hendri yang dikenal sebagai ketua KONI Sumsel ini menjelaskan pada angkatan ketiga ini, minat para santri untuk belajar semakin tinggi. Dalam catatannya, di angkatan ke tiga ini pihaknya memiliki 7 santri mukim atau hidup sehari-hari di asrama dan 12 santri yang datang di saat jam belajar saja. Hal itu dikarenakan ke-12 santri tersebut masih duduk dibangku sekolah formal. "Kami ingin para alumni bisa hidup mandiri dengan ilmu dan keterampilan yang diberikan sebagaimana orang normal diluar sana," kata Hendri. 

Pilihan Editor: Cerita Santri Gontor yang Tidak Pulang Liburan Di Bulan Ramadan

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram http://tempo.co/. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.