Istimewanya Ramadan

Ilustrasi berbuka puasa di masjid. NOAH SEELAM/AFP/Getty Images
Ilustrasi berbuka puasa di masjid. NOAH SEELAM/AFP/Getty Images

IBADAH puasa di bulan Ramadan disyariatkan sebagai salah satu dari Rukun Islam yang lima. Posisinya di tengah-tengah, setelah salat dan sebelum zakat. Istimewanya, orang yang berpuasa, bisa sambil melakukan ibadah lain. Orang yang berpuasa boleh sambil melakukan salat, zakat, haji dan baca syahadat. Tapi, seseorang tidak boleh mengubah gerakan salatnya untuk menunaikan zakat, atau berhenti shalat agar bisa bertawaf waktu haji. 

Puasa di bulan Ramadan, bisa menyatukan demikian banyak ibadah. Ibadah apa saja yang dilakukan di bulan ini, akan dapat status khusus. Status ini yang jadi pembeda dengan ibadah-ibadah lain. Allah menjanjikan kelipatan pahala. Mengapa? Sebab, hanya puasa yang diklaim sebagai ibadah "milik-Nya". Dia juga yang mengganjar dan menyediakan pahala bagi pelakunya. Puasa adalah ibadah yang sulit ditembus penyakit hati. 

Orang salat sangat mungkin ada riya'-nya. Orang berzakat sangat rentan terpapar bakteri riya'. Orang pulang haji, adalah sasaran empuk virus-virus riya'. Tapi orang berpuasa? Riya' akan tidak mudah menyasar orang yang menahan lapar dan dahaga. Bahkan orang, karena uzur syar'i, yang makan dan minum siang hari mudah "ditoleransi" dengan husnudz dzon. Siapa tahu sedang safar? Mungkin ada penyakit yang menghalanginya berpuasa? 

Berujung takwa 

Ibadah salat disyariatkan, antara lain, berguna mencegah pelakunya dari kemungkinan melakukan faksya' dan munkar. Zakat untuk menyucikan amwal dan abdan (zakat fitrah). Haji supaya memperoleh pahala mabrur. Berbeda dengan semua ibadah di atas, Tuhan secara khusus mendisain puasa untuk tujuan khas; takwa. Takwa merupakan jalan yang dipastikan dapat rekomendasi dari Tuhan agar para hamba-Nya yang beriman semakin dekat kepada-Nya. 

Jalan-jalan menuju takwa tidak sulit dan tidak di luar batas kemampuan manusia beriman. Ia sederhana. Ia terjangkau bagi siapa saja asal siap membayar harganya. Apa harganya? Harganya adalah berupa kewajiban menaklukkan ego. Kepada siapa dibayarkan? Kepada Allah SWT. Puasa mengajarkan orang beriman untuk mendahulukan kehendak Tuhan YME di atas semua kehendak diri. Dia menghendaki kita menahan untuk tidak makan minum, walau pun itu halal. Kita mematuhi kehendak Allah, sebab Dia sedang mendidik kita. 

Orang bertakwa adalah mereka yang sehat lahir batin. Mereka harus sehat secara lahir, agar lebih bisa memberi manfaat, tanpa syarat apapun, kepada sebanyak mungkin orang, pihak dan lingkungan. Mesti sehat secara batin, agar mereka bisa menjadi suluh bagi sebanyak mungkin orang dalam gelap jalan menuju harmoni di tengah keragaman identitas. Orang bertakwa selalu mendahulukan cita dan nilai kemanusiaan di atas misi kelompok. 

Tombak peradaban 

Komunitas orang-orang bertakwa akan menjelma ujung tombak bagi lahirnya peradaban pada semua level. Sebuah rumah tangga yang beranggotakan orang-orang bertakwa, akan jadi pelita di lingkup RT. Lingkungan RT yang beradab, akan menjadi motor bagi perubahan menuju arah yang lebih baik bagi warga se-RW. Begitu seterusnya, nilai-nilai ketakwaan akan selalu menjadi fondasi perbaikan ke arah terbangunnya peradaban. 

Perbaikan dari kebiasaan yang kurang sehat menjadi lebih sehat. Dari biasa hidup konsumtif, dan mulai belajar berempati. Dari kebiasaan makan dan minum berlebih, jadi bisa berhitung dan menahan diri. Puasa membuat orang-orang beriman berlomba menjadi lebih baik, paling tidak untuk diri sendiri. Sebab, mereka yang sudah berhasil memasuki bulan Ramadan, menurut Rabiah Al Adawiyah, adalah mereka yang sudah dapat ampunan dari-Nya. 

Artinya, mereka inilah, orang-orang yang setahun silam diampuni, lalu berdoa atau didoakan, dan doanya terkabul. Allah SWT mempertemukan mereka kembali dengan Ramadan. Sementara yang dia dapatkan di bulan Ramadan berikutnya, adalah ampunan dalam bentuk lain, sebagai janji Allah kepada mereka yang menunaikan puasa dengan landasan keimanan dan ketulusan. Orang mukmin akan selalu berada di dua "waktu" kebaikan. 

Kebaikan berantai

Demikianlah makna yang dapat ditangkap, kenapa para guru, ulama, kiai dan habaib selalu mengingatkan umat untuk memperbanyak niat baik. Niat berada di urutan pertama pada setiap rukun dalam ibadah. Ibadah mahdah maupun ghairu mahdah. Tanpa niat, semua ibadah tidak terpenuhi syarat sahnya. Di bulan Ramadan, semua jenis ibadah bertambah frekuensinya. Dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Dari buka puasa menuju qiyamul lail. 

Semua ragam ibadah ini sambung menyambung, berantai, tiada putus. Dari satu niat baik ke niat baik lain. Niat diikrarkan di hati dan dilafalkan di lisan. Dimulai di ujung satu ibadah menuju ibadah berikutnya. Niat untuk salat tarawih sudah dilakukan ketika berakhir ibadah ifthor. Niat shalat tahajud dilafalkan sejak berakhirnya shalat tarawih dan witir. Begitu hingga akhir Ramadan. Di akhir bulan, berniat berpuasa untuk Ramadan tahun-tahun berikut. 

Rantai kebaikan tidak saja terjadi pada domain spritual dan prilaku tapi juga berkonsekuensi pada kesehatan fisik. Scara gradual, semua organ akan mengalami rejuvenasi dan peremajaan. Tahapan ini dialami oleh semua organ tubuh yang melakukan fungsi regenerasi. Ancaman penyakit degenerarif, bisa dihindari dengan mengistirahatkan semua organ, sel, dan partikel dalam tubuh yang selama sebelas bulan bekerja siang malam. 

Akhirulkalam 

Walhasil, puasa Ramadan adalah design Tuhan yang diperuntukkan bagi orang-orang beriman. Ibadah ini akan memberikan jeda untuk taubat, muhasabah dan menguatkan tawakal kepada Allah. Agar ruhani kembali siap mengarungi samudera kehidupan, maka fisik harus diistirahatkan, pasca sebelas bulan tiada henti bekerja. Badan sehat dan ruhani yang kuat, dapat diperoleh lewat Ramadan, bulan istimewa, yang dilandasi keimanan dan ketulusan. 

Ishaq Zubaedi Raqib, Ketua Lembaga Ta'lif Wan Nasyr (Lembaga Infokom dan Publikasi PBNU)