TEMPO.CO, Makassar - Jemaah An-Nadzir Sulawesi Selatan menetapkan awal Ramadhan hari ini Rabu 22 Maret 2023 mendahului dari penetapan pemerintah yang baru akan menggelar sidang isbat sore nanti. Mereka memiliki cara tersendiri dalam menetapkan awal puasa dengan menggunakan metodologi pasang surut air laut yang terjadi hingga dini hari.
Pimpinan Jemaah An-Nadzir Gowa Sulawesi Selatan, M. Samiruddin Pademmui, mengatakan pasang puncak terjadi dari Timur akibat gaya gravitasi antar bumi, bulan, dan matahari yang berada pada posisi horizontal. Dengan posisi ini menjadi salah satu tanda masuknya Ramadan. Metodologi ini telah digunakan secara turun temurun.
“Karena pergantian bulan atau kongjungsi terjadi pukul 01:26 WITA dini hari. Jadi diputuskan mulai sahur atau niat puasa Rabu,” ucap Samiruddin, Selasa 21 Maret 2023.
Kisah kemunculan jemaah An-Nadzir
Samiruddin bercerita seorang ulama bernama KH Syamsuri Abdul Madjid menggelar tabligh akbar di Sulawesi Selatan pada 1998. Kedatangannya bersafari mengundang simpati sehingga banyak pengikutnya. Kiai ini bermukim di Dumai Kepulauan Riau dan sempat mendirikan Pondok Pesantren Al Adawiyah.
Ia mengatakan awalnya KH Syamsuri Abdul Madjid mendirikan Majelis Jundullah dengan pengikut sampai puluhan ribu orang. Para pengikut Kiai ini memanggilnya dengan sebutan ‘Abah’. Namun, Majelis Jundullah berbenturan dengan nama Laskar Jundullah di Makassar yang didirikan oleh Agus Dwikama, sehingga ia menyampaikan ke KH Syamsuri.
“Laskar itu menyampaikan keberatan. Jadi kami sampaikan ke Abah,” ucap Samiruddin, Selasa 21 Maret 2023.
Setelah itu, lanjut dia, pihaknya berkumpul di Jakarta untuk berunding. Sehingga diputuskanlah nama Majelis Jundullah diubah agar tidak terjadi keributan. Namun, para jemaah masih bingung untuk mencari nama yang tepat, lalu Abah merenung dan membuka Alquran tiga kali. Setelah merenung memohon kepada Allah, ditemukan satu ayat yang artinya An-Nadzir sebagai pengganti Jundullah. An-Nadzir tersebut dari bahasa Arab yang artinya pemberi peringatan, bukan hanya pengikutnya melainkan juga masyarakat umum.
“Tahun 2003 berubah jadi An-Nadzir. Nama itu yang dipakai sampai sekarang,” kata dia. “Ada catatan pembubaran Majelis Jundullah dan pembentukan An-Nadzir,” tambahnya.
Meski sudah lama terbentuk, menurutnya, nama An-Nadzir belum dikenal banyak orang. KH Syamsuri Abdul Madjid meninggal pada 2005, mulai disorot saat terjadi proses hijrah jemaah dari Kota Palopo ke Kabupaten Gowa pada 2006.
Menempati lahan 5 hektare
Di Desa Mawang, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, jemaah An-Nadzir menempati lahan seluas 5 hektare, dengan jumlah warga sebanyak 5.000 jiwa. Ciri-cirinya menggunakan sorban dan jubah, berambut pirang serta berbaju warna hitam-hitam. Ciri khas mereka adalah rambut pirang dan memakai celak bagi laki-laki. Sedangkan perempuan menggunakan cadar penutup muka dan jilbab besar.
Selain itu, perbedaan penetapan waktu salat, di mana An-Nadzir menggunakan alat pengukur bayangan matahari. Misalnya salat Zuhur ditetapkan pukul 16.00 WITA, ashar pada pukul 16.30 WITA, serta Magrib ketika senja dan langit gelap lalu waktu isya dilakukan menjelang subuh yakni pukul 05.00 WITA. Saat ini jemaah An-Nadzir menjalankan pelbagai aktivitas, ada sebagai petani, driver, tukang bangunan, karyawan, dan pegawai. “Masing-masing aktif dengan profesinya,” tutur Samiruddin.
DIDIT HARIYADI
Pilihan Editor: Jemaah An-Nadzir Mulai Puasa Hari Ini