Perempuan juga Bisa, Begini Cara dan Syarat Jadi Saksi Kemunculan Hilal Ramadan

Petugas dari Kantor Wilayah Kemenag Sumatera Selatan berada didekat teropong saat pemauntauan Rukyatul Hilal di Palembang, Sumatera Selatan, Selasa 11 Mei 2021. Pemantauan hilal atau rukyatul hilal tersebut dilaksanakan untuk menetapkan 1 Syawal 1442 H. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Petugas dari Kantor Wilayah Kemenag Sumatera Selatan berada didekat teropong saat pemauntauan Rukyatul Hilal di Palembang, Sumatera Selatan, Selasa 11 Mei 2021. Pemantauan hilal atau rukyatul hilal tersebut dilaksanakan untuk menetapkan 1 Syawal 1442 H. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

TEMPO.CO, Jakarta - Jelang penentuan awal Ramadan, umat muslim kerap berhati-hati dalam urusan waktu. Akurasi pergantian bulan dari Syaban dan Ramadan selalu dilihat secara presisi menggunakan metode ilmiah. Ada hisab atau cara hitung dan rukyat, atau melihat peralihan bulan dengan mengamati bulan sabit muda yang dikenal dengan rukyatul hilal.  

Menjadi perukyat atau seorang saksi hilal yang mengamati munculnya hilal tidak bisa sembarangan. Di zaman moderen ini, umat muslim menentukan standar dan syarat-syarat tertentu. 

Mengutip laman publikasi tata cara pelaksanaan rukyatul hilal dilakukan oleh dua macam saksi rukyat. Pertama, seseorang atau beberapa orang yang mengetahui secara langsung, melaporkan hilal dan  diambil sumpahnya oleh hakim.

Kedua, orang yang menjadi saksi dan menyaksikan seseorang atau beberapa orang yang melapor dan mengetahui pengangkatan sumpah oleh hakim. 

Adapun syahid atau perukyat memiliki beberapa syarat formil maupun materil. Syarat formilnya yaitu aqil baligh atau sudah dewasa, beragama Islam, laki-laki atau perempuan, berakal sehat, mampu melakukan rukyat, jujur, adil dan dapat dipercaya, jumlah perukyat lebih dari satu orang, mengucapkan sumpah kesaksian rukyat hilal di depan sidang Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah dan dihadiri dua orang saksi.

Sedangkan syarat materil yang harus dimiliki oleh seorang saksi hilal yaitu bisa menerangkan dan melihat dengan mata kepala maupun menggunakan alat bahwa ia melihat hilal.

Perukyat harus mengetahui  bagaimana proses kemunculan hilal, yakni kapan waktunya, dimana tempatnya, berapa lama melihatnya, dimana letak, arah posisi dan keadaan hilal yang dilihat, serta bagaimana kecerahan cuaca langit  atau horizon saat hilal terlihat.

Seluruh keterangan hasil rukyat yang dilaporkan oleh perukyat tidak bertentangan dengan sains, astronomi, akal sehat, perhitungan ilmu hisab, kaidah ilmu pengetahuan dan kaidah syari.

Pendapat ulama madzhab Syafii menyebutkan bahwa Ramadan ditetapkan dengan kesaksian oleh seorang yang adil meskipun dalam keadaan mendung atau tidak. 

Rukyatul hilal terdiri atas dua kata dalam bahasa Arab, yakni rukyat dan hilal. Mengutip laman muhammadiyah.or.id rukyat adalah aktivitas mengamati hilal saat matahari terbenam pada tanggal 29 bulan Kamariah atau menjelang pergantian bulan atau lunar calendar.

Rukyat dilakukan ketika telah terjadi konjungsi bulan-matahari dan pada saat matahari terbenam, hilal telah berada di atas ufuk dan dalam posisi dapat terlihat. Jika pada momen tersebut hilal tidak terlihat, entah faktor cuaca atau memang hilal belum tampak, maka bulan kamariah digenapkan jadi 30 hari. Metode ini biasanya dilakukan dalam sistem kalender lunar seperti dalam kalender Islam.

Atau arti lain menyebutkan rukyatul hilal merupakan suatu proses melihat hilal atau bulan sabit di langit (ufuk) sebelah barat setelah matahari terbenam. 

Proses ini sangat penting dalam agama Islam sebab berkaitan dengan ketepatan waktu melaksanakan ibadan di bulan dan hari yang tepat seperti puasa Ramadan

NOVITA ANDRIAN

Pilihan Editor: Harga Di Bawah Rp 1 Juta, Ini Rekomendasi 5 Teropong Bintang untuk Amati Hilal Kemunculan Awal Ramadan

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram http://tempo.co/. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.