Mengenal Padusan, Tradisi Mandi di Masyarakat Jawa Sambut Bulan Ramadhan

Editor

Dwi Arjanto

Suasana Umbul Sungsang di Pengging, Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Kamis (8/4/2021). Tempat pemandian itu biasa menjadi tempat warga melaksanakan padusan menjelang Ramadhan. (ANTARA/Bambang Dwi Marwoto)
Suasana Umbul Sungsang di Pengging, Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Kamis (8/4/2021). Tempat pemandian itu biasa menjadi tempat warga melaksanakan padusan menjelang Ramadhan. (ANTARA/Bambang Dwi Marwoto)

TEMPO.CO, Jakarta - Bulan Ramadhan tinggal sekitar 10 hari lagi, beragam tradisi turun-temurun masih dijalankan banyak masyarakat seperti padusan yang terutama dijalankan di kultur Jawa.

Seperti dilansir dari laman Indonesia.go.id, Padusan adalah tradisi mandi di air panas yang dijalankan oleh masyarakat Jawa sebagai bagian dari upaya menjaga kesehatan dan kebersihan. Tradisi ini umumnya dilakukan pada hari Jumat menjelang hari-hari besar keagamaan seperti bulan Ramadhan, Idul Fitri, Idul Adha, atau Maulid Nabi.

Padusan biasanya dilakukan di mata air yang terletak di daerah pegunungan atau perbukitan. Air yang digunakan berasal dari mata air yang alami dan memiliki suhu yang cukup tinggi. Hal ini membuat air tersebut terasa nyaman dan menenangkan bagi tubuh yang lelah.

Membersihkan Diri

Tradisi padusan memiliki makna yang sangat penting bagi masyarakat Jawa. Selain sebagai upaya menjaga kesehatan, tradisi ini juga dipercaya dapat membersihkan diri dari segala dosa dan kesalahan yang telah dilakukan selama setahun. Oleh karena itu, banyak orang yang melaksanakan tradisi ini dengan penuh kesungguhan dan rasa syukur.

Selain itu, tradisi padusan juga dianggap sebagai salah satu bentuk ibadah yang dapat mendekatkan diri pada Tuhan. Sebagai bagian dari upacara keagamaan, tradisi ini juga dilakukan dengan diiringi doa-doa dan zikir untuk memohon kesembuhan dan berkah dari Allah SWT.

Di samping itu, tradisi padusan juga memiliki nilai kearifan lokal yang sangat penting. Melalui tradisi ini, masyarakat Jawa diajarkan untuk senantiasa menjaga kebersihan dan kesehatan tubuh. Selain itu, tradisi ini juga menjadi media untuk mempererat tali silaturahmi antarwarga, sehingga tercipta kebersamaan dan persatuan di tengah masyarakat.

Meskipun tradisi padusan sudah berusia ratusan tahun, namun tradisi ini masih tetap lestari dijalankan oleh masyarakat Jawa hingga saat ini. Hal ini membuktikan bahwa nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung di dalamnya masih sangat relevan dengan kehidupan masyarakat modern.

Dari Kerajaan Mataram Kuno

Tradisi Padusan memiliki sejarah yang sangat panjang di Indonesia, khususnya di daerah Jawa. Menurut sejarah, tradisi ini sudah ada sejak zaman kerajaan Mataram Kuno. Dalam berbagai sumber sejarah, tradisi Padusan dikenal dengan nama “amertabhujangga”, yang berasal dari bahasa Sanskerta yang artinya adalah “mandi di air suci”.

Pada masa kerajaan, tradisi Padusan dilakukan oleh para raja dan bangsawan sebagai upaya menjaga kesehatan dan kesucian tubuh. Air yang digunakan untuk mandi berasal dari mata air suci yang dipercaya memiliki khasiat penyembuhan. Selain itu, tradisi ini juga dianggap sebagai bagian dari upacara keagamaan untuk memohon berkat dari dewa-dewi.

Setelah masa kerajaan, tradisi Padusan terus dilestarikan oleh masyarakat Jawa. Pada awalnya, tradisi ini hanya dilakukan oleh kalangan bangsawan dan priyayi. Namun seiring berjalannya waktu, tradisi ini mulai merambah ke kalangan rakyat biasa.

Di masa kolonial Belanda, tradisi Padusan sempat mengalami penurunan popularitas. Namun, tradisi ini tetap dipertahankan dan terus dilestarikan oleh masyarakat Jawa.

Setelah Indonesia merdeka, tradisi Padusan kembali mendapatkan perhatian yang lebih besar. Pemerintah Indonesia bahkan telah menetapkan tradisi ini sebagai warisan budaya yang harus dilestarikan.

Kini, tradisi Padusan masih tetap dijalankan oleh banyak masyarakat Jawa dengan penuh kesungguhan. Bahkan, tradisi ini mulai menyebar ke berbagai daerah di Indonesia, seperti Bali, Lombok, Sumatra, dan Kalimantan.

Namun, dalam perkembangannya, tradisi Padusan juga mengalami beberapa perubahan. Beberapa daerah mulai mengganti air yang digunakan untuk mandi dengan air yang diisi dengan bahan-bahan herbal seperti jahe, kunyit, atau bunga melati. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan manfaat kesehatan yang diperoleh dari tradisi Padusan.

RENO EZA MAHENDRA

Pilihan editor : Tradisi Menyambut Ramadan, Dari Potong Rambut Sampai Padusan

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung.