Unsyiah Keluarkan Edaran Soal Bau Badan Mahasiswa, Bagaimana Pandangan Islam Soal Bau Badan?

Ilustrasi pengharum atau parfum. youtube.com
Ilustrasi pengharum atau parfum. youtube.com

TEMPO.CO, Jakarta - Banyaknya dosen yang mengeluhkan perihal bau badan mahasiswa, membuat pihak Jurusan Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala atau Unsyiah, Aceh, harus menerbitkan surat edaran. Dalam surat bernomor B/885/UN11.1.4/4/LL/2022 itu, mahasiswa diimbau untuk merawat kebersihan badan. Lantaran dinilai tidak biasa, surat edaran ini pun viral di media sosial.

“Sehubung dengan banyaknya mahasiswa yang memiliki bau badan. Padahal kegiatan belajar dan asistensi dengan dosen akan memberikan waktu yang banyak untuk berinteraksi dengan orang lain. Hal ini menyebabkan banyaknya keluhan dosen, terutama pada saat asistensi,” bunyi surat yang ditandatangani oleh Kepala Jurusan Arsitektur dan Perencanaan Fakultas Teknik Unsyiah, Laina Hilma tersebut.

Bau badan tidak hanya membuat seseorang kehilangan rasa percaya diri, tetapi juga mengganggu indra penciuman orang lain. Lalu, bagaimana pandangan Islam terkait bau badan? Bahkan hingga universitas berbasis agama di Aceh, yaitu Unsiyah, sampai mengeluarkan surat edaran soal bau badan ini?

Bau badan dalam Islam dipandang sebagai sesuatu yang urgensi. Utamanya ketika seorang muslim hendak bersosialisasi dengan orang lain. Misalkan, saat hendak berbaur dengan sesama muslim kala salat berjamaah, sangat dianjurkan bersosialisasi dalam keadaan bersih dan tidak berbau badan. Nabi Muhammad meminta umatnya untuk menjauhi masjid saat bau badan. Bahkan lebih baik bagi orang tersebut untuk berdiam di rumah.

“Barangsiapa makan bawang putih atau bawang merah, hendaklah ia menjauhi kami, atau beliau mengatakan : hendaklah ia menjauhi Masjid kami, dan hendaklah ia duduk di rumahnya,” sabda Nabi Muhamad dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, dan Abu Da’ud.

Imam Al-Khottobi kemudian menjelaskan maksud ungkapan Nabi Muhammad ini. Ungkapan Rasulullah terkait menjauhi masjid dimaksudkan sebagai hukuman bagi orang yang tengah bau badan. Kendati begitu, menurut Imam Al-Khottobi, bau badan bukanlah uzur atau alasan seorang laki-laki meninggalkan salat jamaah di masjid. Bagi Mazhab Hambali dan Hanafi, salat berjamaah di masjid bagi kaum laki-laki adalah wajib.

“Perkataan Rasulullah, hendaklah ia menjauhi masjid kami, adalah sebagai hukuman baginya, dan bukan merupakan udzur yang membolehkan seseorang lelaki untuk meninggalkan salat berjamaah, seperti halnya hujan, angin kencang, badai, dan semisalnya,” tulis Imam Al-Khottobi dalam Ma’alimus Sunan.

Adapun penjelasan terkait bau bawang-bawangan yang dimaksud Nabi Muhammad, menurut Syaikh bin Baaz dalam Majmu’ Fatawa ibn Baaz, adalah sebagai contoh. Segala sesuatu yang beraroma tidak sedap maka hukumnya sama dengan bawang putih dan bawang merah tersebut. Baik itu bau perokok dan siapapun yang ketiaknya mengeluarkan bau tidak sedap atau semisalnya yang menyakiti teman duduknya, maka ia dibenci untuk salat berjemaah.

“Dan dilarang mendekati jamaah sampai ia menggunakan sesuatu yang dapat menghilangkan bau busuk tersebut,” kata Syaikh bin Baaz.

Dari pendapat sejumlah ahli agama tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam Islam, bau badan merupakan hal perlu diperhatikan. Bahkan seseorang diperkenankan berdiam diri di rumah ketimbang salat berjemaah di masjid saat bau badan.

Padahal salat berjemaah bagi pria muslim dihukumi wajib dalam mazhab tertentu. Ini menandakan bahwa Islam tidak memandang remeh soal bau badan, apalagi dalam kaitannya dengan hidup bersosialisasi.

HENDRIK KHOIRUL MUHID 

Baca juga: Apakah Bau Badan Menandakan Masalah Kesehatan?

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram http://tempo.co/. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.