Bagaimana Konsep Imam Mahdi, Sang Juru Selamat Akhir Zaman dalam Islam?

Seorang pria mengunjungi makam Imam Mahdi di pemakaman Wadi al-Salam, di Najaf, Irak, 9 Februari 2022. REUTERS/Alaa Al-Marjani
Seorang pria mengunjungi makam Imam Mahdi di pemakaman Wadi al-Salam, di Najaf, Irak, 9 Februari 2022. REUTERS/Alaa Al-Marjani

TEMPO.CO, Jakarta - Belum lama ini, warga Riau berinisial WAM, 32 tahun, diringkus Polda Riau setelah mengaku sebagai Imam Mahdi. Kasus orang mengaku sebagai Imam Mahdi bukanlah kali pertama. Bahkan di Indonesia sendiri setidaknya terjadi hingga beberapa kali. Lalu siapa sebenarnya Imam Mahdi dalam Islam, disebut sebagai juru penyelamat ini?

Achmad Maulana dalam Kamus Ilmiah Populer, mengungkapkan, secara bahasa Imam Mahdi terdiri dari dua kata, yaitu Imam dan Mahdi. Imam diartikan sebagai pemimpin agama atau pemimpin salat. Sedangkan Mahdi yaitu pemimpin, pelindung, penunjuk jalan atau yang mendapat petunjuk dari Tuhan. Sedangkan menurut istilah, menurut Ensiklopedi Islam jilid 5, Imam Mahdi adalah seorang juru selamat di akhir zaman.

Imam Mahdi diyakini bahwa di akhir zaman akan datang menyelamatkan kehidupan umat manusia di muka bumi ini dari ketidakadilan, kesengsaraan, dan kekejaman. Sehingga kedatangannya akan membawa mereka pada kebahagiaan dan kedamaian. Keyakinan akan datangnya sang juru penyelamat ini telah berakar kuat di kalangan kaum Ahlussunnah, Syiah, Ahmadiyah dan lainnya.

Hal ini dikarenakan adanya hadis-hadis yang menyatakan bahwa Imam Mahdi akan datang pada akhir zaman misalnya dari hadits riwayat Abu Dawud. Berikut hadisnya: “Dari Abdullah Bin Mas’ud radhiyallahu anhu berkata: Rasulullah shallallhu ‘alaihi wassalam bersabda: “Dunia tidak akan hilang (kiamat) sehingga bangsa arab akan dikuasai oleh seorang dari keluargaku (keturunanku) yang namanya sama dengan namaku”.

Muhammad Majdi Marjan dalam buku Isa Manusia atau Bukan? mengungkapkan bahwa konsep datangnya Juru Selamat di akhir zaman tak hanya ada di Islam. Bangsa Indian di pedalaman Amerika juga mempunyai keyakinan ini. Pun bangsa Mesir Kuno, mereka juga menanti-nantikan datangnya Sang Juru Selamat. Bangsa Babilon setiap kali mendapat musibah atau bencana juga memiliki kepercayaan akan kembalinya Marduk ke bumi. Bangsa Majusi juga berkeyakinan bahwa tiap seribu tahun, akan lahir seorang rasul dari dewa cahaya, yang bangkit dalam wujud manusia.

Sementara itu, mengutip laman suaramuhammadiyah.id, paham tentang adanya Imam Mahdi berkembang dalam kalangan Syiah Imamiyah. Menurut mereka, pada akhir zaman akan datang seorang khalifah yang adil dari keturunan Ali bin Abi Thalib. Khalifah itu bernama Mahdi, yang akan berkuasa di seluruh dunia Islam. Paham tentang Imam Mahdi mulanya termasuk rekayasa dan strategi Syiah Imamiyah. Mereka berupaya mengimbangi kerajaan Bani Umayyah yang memerintah dengan penuh penindasan kepada pengikut Ali bin Abi Thalib kala itu.

Sementara menunggu munculnya Imam Mahdi, menurut keyakinan Syiah Imamiyah, dunia ini dipimpin oleh tokoh-tokoh spiritual Syiah yang kasat mata atau rijalul qhaib. Adapun susunan rijalul qhaib terdiri dari seorang Quthub atau Qhaus yang diberi nama Insan Kamil, empat orang Autad sebagai menteri, tujuh orang Abdal, dua belas orang Nukaba’ dan tiga ratus orang Nujaba. Namun, menurut Muhammadiyah, konsep rijalul qhaib pada hakikatnya tidak ada alias hanya imajinasi orang Syiah.

“Tidak bisa diterima oleh akal dan naql (Syara). Begitu pula dengan Imam Mahdi yang dalam masyarakat Jawa disebut Ratu Adil. Muhammadiyah tidak meyakini adanya Imam Mahdi, karena tidak berdasar kepada dalil-dalil yang mutawatir,” tulis laman suaramuhammadiyah.id.

Menurut Ibnu Khaldun, cerita tentang Imam Mahdi sangat simpang siur sumbernya dari golongan Syiah. Konsep datangnya juru selamat akhir zaman ini tidak jelas ujung pangkalnya. Bahkan, musuh-musuh Islam memakai konsep ini sebagai senjata untuk merusak Islam, seperti adanya klaim dari Mirza Ghulam, di samping sebagai Nabi juga sebagai Mahdi. Muhammadiyah berpendapat bahwa keyakinan terhadap al-Mahdi merupakan bagian dari keyakinan terhadap hal-hal ghaib.

Menurut Muhammadiyah, keyakinan ini benar berdasarkan hadis-hadis mutawatir ma’nawi. Akan tetapi, terkait dengan fenomena munculnya klaim tertentu yang mengaku-aku sebagai al-Mahdi, Muhammadiyah menyarankan agar umat Islam berhati-hati dan tidak mudah percaya, umat Islam hendaknya bersikap kritis dan terus mengkaji persoalan-persoalan seperti ini melalui sumber-sumber yang jelas, yakni Alquran dan sunah.

Mengutip laman islam.nu.or.id, kepemimpinan Imam Mahdi tak perlu diklaim oleh siapa pun. Menurut Nahdlatul Ulama atau NU, siapa pun yang mengklaim sebagai Imam Mahdi, padahal bukan, maka ia akan ditolak oleh penduduk bumi dan langit. Padahal, di antara tanda Imam Mahdi yang benar adalah kepemimpinannya diridai penduduk bumi dan langit. Hal ini tertuang dalam hadis riwayat Musnad Ahmad bin Hanbal.

Aku berikan kabar gembira kepada kalian dengan datangnya al-Mahdi, yang dimunculkan kepada umatku ketika terjadi perselisihan dan kegoncangan di antara manusia, lalu bumi akan dipenuhi dengan keseimbangan dan keadilan sebagaimana ia telah dipenuhi oleh kejahatan dan kezhaliman. Penduduk langit dan bumi rida dengannya…”

HENDRIK KHOIRUL MUHID

Baca: Cerita Munculnya Imam Mahdi dari Gowa Bukan Arab

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram http://tempo.co/. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.