Hari Terbesar Kedua Bagi Umat Islam, Inilah Asal Muasal Idul Adha

Umat muslim menunaikan ibadah salat Idul Adha 1443 H di ruas Jalan Jatinegara, Jakarta, Minggu, 10 Juli 2022. TEMPO/M Taufan Rengganis
Umat muslim menunaikan ibadah salat Idul Adha 1443 H di ruas Jalan Jatinegara, Jakarta, Minggu, 10 Juli 2022. TEMPO/M Taufan Rengganis

TEMPO.CO, Jakarta - Sebagian masyarakat Indonesia merayakan Idul Adha hari ini, Ahad, 10 Juli 2022. Sebagian lainnya melaksanakannya sejak kemarin. Hari besar ini momentum penting karena terdapat sisi historis yang dapat menjadi teladan umat muslim sampai saat ini.

Mereka yang sedang berhaji, melaksanakan ritual melempar jumrah hari ini. Sedangkan mereka yang tidak berhaji dan memiliki keluasan rezeki hukumnya wajib untuk berkurban. Perintah ini disebutkan dalam Al Quran surah Al-Kautsar ayat 1-2. "Sesungguhnya Kami telah memberikan nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah."

Sejarah Idul Adha

Melansir remisya.org, Idul Adha berasal dari kata 'Id’ yang berakar pada kata 'aada ya'uudu' yang memiliki arti dasar menengok atau menjenguk. Sedangkan kata Adha bermakna 'kurban'.  Kurban akan dilaksanakan setiap tahun.

Laman jabar.kemenag.go.id, menulis bahwa awal mula pelaksanaan kurban berasal dari kisah pengorbanan Nabi Ibrahim AS. Ibnu Katsir dalam tafsir Al-Qur’anul ‘adzim mengemukakan bahwa perintah itu dilakukan untuk menguji keimanan dan takwa terhadap perintah Allah SWT. Kala itu, Ibrahim telah berusia senja, sedangkan Ismail AS masih tujuh tahun.

Ketika terbangun dari mimpinya, Nabi Ibrahim merasakan kesedihan yang mendalam karena setelah sekian lama terpisah dengan buah hatinya, namun harus mengorbankan puteranya. Ia juga diperintahkan untuk pergi ke lahan yang tandus, gersang, tidak tumbuh sebatang pohon pun. Lembah itu sunyi dan sepi tanpa penghuni seorangpun.

Ibrahim tak tahu tujuan sebenarnya wahyu Allah yang menyuruh menempatkan istri dan putranya di suatu tempat paling asing. Letaknya kira-kira di sebelah utara kurang lebih 1600 kilometer dari Palestina. Tapi Ibrahim tetap  menerima perintah itu dengan ikhlas dan penuh tawakkal.

Ibrahim pun mendatangi Nabi Ismail dan meminta pendapatnya. Ismail yang elok rupawan, sehat lagi cekatan menanggapi dengan sangat bijaksana. Ia bersedia dikorbankan dan disembelih dengan menggunakan tangannya sendiri. Peristiwa ini tertuang dalam surat As Saffat ayat 102:

"Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, "Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?" Dia (Ismail) menjawab, "Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! InsyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar."

Berdasarkan jurnal berjudul Deconstructing Animal Sacrifice (Qurban) In Idul Adha, karena keteguhannya berserah diri, maka akhirnya ia tetap menjalankan perintah Allah dengan ikhlas dan sungguh-sungguh. Namun ketika hendak dilaksanakan, Allah mengganti tubuh Ismail dengan domba.

Ibrahim dan Ismail berhasil melewati ujian keimanannya. Domba yang menjadi pengganti Nabi Ismail untuk disembelih itu menjadi asal mula ibadah kurban pada Idul Adha. Hal ini juga tertuang dalam surat As Saffat ayat 103-109:

"Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar."

Laman jabar.kemenag.go.id, menyatakan Ibrahim yang dikenal karena kekayaannya tidak membuatnya lalai dalam taatnya kepada Allah. Dalam kitab “Misykatul Anwar” disebutkan konon Ibrahim memiliki kekayaan 1000 ekor domba, 300 lembu, dan 100 ekor unta saat itu. Ibrahim tergolong miliuner untuk ukuran zaman itu.

Ibnu Abbas menjelaskan bahwa kisah Nabi Ibrahim menjadi kurban pertama dalam Islam. Hari Raya Kurban diperintahkan selama empat hari, yaitu sejak maghrib pada hari Arafah pada 9 Dzulhijjah sampai hari raya 'Id (10 Dzulhijjah), disambung 3 hari tasyrik atau hari diharamkan berpuasa.

FATHUR RACHMAN

Baca juga: Salat Idul Adha Warga Muhammadiyah di Sejumlah Daerah