Bagaimana Jemaah Haji Indonesia Pergi ke Mekkah Sebelum Ada Pesawat?

Reporter

Editor

Nurhadi

Muniroh (62 tahun) berpamitan kepada anggota keluarga saat berangkat haji, di Jakarta, 12 Juni 2022. Selain pembatasan kuota, tahun ini Arab Saudi juga membatasi umur calon haji menjadi di bawah 65 tahun yang membuat ribuan jemaah lansia gagal berangkat. REUTERS/Willy Kurniawan
Muniroh (62 tahun) berpamitan kepada anggota keluarga saat berangkat haji, di Jakarta, 12 Juni 2022. Selain pembatasan kuota, tahun ini Arab Saudi juga membatasi umur calon haji menjadi di bawah 65 tahun yang membuat ribuan jemaah lansia gagal berangkat. REUTERS/Willy Kurniawan

TEMPO.CO, Jakarta - Dengan perkembangan moda transportasi saat ini, perjalanan jemaah haji dari Indonesia menuju Arab Saudi tentu bisa ditempuh lebih cepat. Namun, sebelum transportasi semaju sekarang, terutama ketika pesawat belum banyak digunakan, bagaimana jemaah haji Indonesia mencapai Tanah Suci?

Dikutip dari artikel ilmiah berjudul Mencari Ilmu dan Pahala di Tanah Suci: Orang Nusantara Naik Haji yang ditulis peneliti asal Belanda, Martin van Bruinessen, sebelum adanya transportasi kapal api, perjalanan haji dilakukan menggunakan perahu layar, yang sangat tergantung pada musim dan cuaca. 

Para calon jemaah haji juga kerap menumpang pada kapal dagang. Cara ini membuat mereka sering pindah-pindah kapal selama perjalanan.

Martin memaparkan perkiraan rute para jemaah haji. Awalnya, perjalanan membawa mereka melalui berbagai pelabuhan di Nusantara ke Aceh. Di sana, mereka menunggu kapal ke India. Sampai di India mereka kemudian mencari kapal yang menuju ke Hadramaut, Yaman, atau langsung ke Jeddah. Perjalanan ini bisa makan waktu setengah tahun, bahkan lebih.  

Naik haji, pada zaman itu, memang bukan pekerjaan ringan. Selain waktu perjalanan yang sangat lama, para jemaah haji dalam perjalanannya sering kali berhadapan dengan berbagai marabahaya. Tak jarang perahu yang mereka tumpangi karam dan penumpangnya tenggelam atau terdampar di pulau. Ada juga yang dirampok ketika akan berangkat atau pun di perjalanan.

Musafir yang sudah sampai ke Tanah Suci belum serta merta aman karena di sana sering mengalami perampokan dalam perjalanan menuju Mekkah. Tidak jarang juga terjadi wabah yang menjangkit jemaah haji. 

Martin menyebut, pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, jumlah orang Nusantara yang berhaji berkisar antara 10 dan 20 persen dari seluruh jemaah haji. Malah pada dekade 1920-an sekitar 40 persen dari seluruh jemaah haji berasal dari Indonesia.  

HATTA MUARABAGJA

Baca juga: Inilah Alasan Pemerintah Kolonial Beri Gelar Haji ke Orang Indonesia