Tradisi Ratib Kerambai, Ritual Tolak Bala di Riau Setiap 3 Syawal

Reporter

Tradisi tahunan Ratib Kerambai yang dilakukan tiap hari ketiga Idul Fitri atau tanggal 3 Syawal di Kecamatan Kubu, Kabupaten Rokan Hilir di Provinsi Riau, Rabu, 4 Mei 2022. TEMPO/Annisa Firdausi
Tradisi tahunan Ratib Kerambai yang dilakukan tiap hari ketiga Idul Fitri atau tanggal 3 Syawal di Kecamatan Kubu, Kabupaten Rokan Hilir di Provinsi Riau, Rabu, 4 Mei 2022. TEMPO/Annisa Firdausi

TEMPO.CO, JakartaTradisi tahunan Ratib Kerambai yang dilakukan tiap hari ketiga Idul Fitri atau tanggal 3 Syawal kembali dilaksanakan oleh masyarakat di Kecamatan Kubu, Kabupaten Rokan Hilir di Provinsi Riau, Rabu, 4 Mei 2022.

Ratib Kerambai atau disebut masyarakat setempat atib keambai merupakan tradisi yang dipercayai masyarakat sebagai ritual tolak bala, yang dilaksanakan di atas perahu dengan menyisiri sungai di Kubu menuju arah laut. 

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makna ratib sendiri ialah puji-pujian atau doa kepada Tuhan yang diucapkan berulang-ulang. Sesuai namanya, dalam ritual ini masyarakat Kubu membacakan ayat suci Al Quran guna mencegah bala dan musibah datang ke tanah Kubu.

Sekretaris Dewan Pengurus Harian Majelis Tinggi Kerapatan Empat Suku Melayu Kenegerian Kubu, Zuhaifi, menyebutkan tradisi ini telah dilakukan sejak 1940-an, saat terjadinya berbagai bala dan musibah di Kenegerian Kubu, salah satunya kolera yang menyebabkan banyak masyarakat yang meninggal tiap harinya. Ritual ini dilakukan atas petunjuk dari Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan.

Awal ratib dilakukan di salah satu makam keramat Tuan Syekh Haji Abdullah Pasai yang datang dari Pasai dan merupakan salah satu keturunan Baginda Rasulullah SAW. Diceritakannya, beliau datang ke Kubu pada tahun 1890-an bersama saudaranya, Datuk Jenggot. Mereka merupakan alim ulama yang menyebarkan Islam di Kenegerian Kubu.

Lokasi makam tersebut dinamakan Rambai. Konon dinamai demikian sebab ia selalu berteduh di bawah pohon rambai. Ia duduk dan bertafakur atau juga mencari tempat yang penduduknya masih banyak melakukan kemungkaran. 

Saat berbagai bala terjadi pada 1940-an, Syekh Abdul Wahab Rokan mengarahkan murid-muridnya melakukan ritual Ratib Kerambai. Hulu sungai yang terdapat makam keramat tersebut menjadi tempat bertolaknya ritual yang dipimpin mursyid-mursyid yang paham akan proses tolak bala tersebut.

"Intinya tradisi ini bertujuan untuk menolak bala di Kenegerian Kubu. Dulu prosesnya dilakukan dengan mendayung sampan dari hulu sungai hingga ke tanjung pulau. Pada tahun 1980-an baru masyarakat mengenal sampan boat," ucap Zuhaifi kepada Tempo.co, 4 Mei 2022.

Tradisi tahunan Ratib Kerambai yang dilakukan tiap hari ketiga Idul Fitri atau tanggal 3 Syawal di Kecamatan Kubu, Kabupaten Rokan Hilir di Provinsi Riau, Rabu, 4 Mei 2022. TEMPO/Annisa Firdausi

Diceritakan Zuhaifi, ritual ini pernah tak diadakan selama dua tahun berturut-turut karena banjir yang cukup besar di daerah sekitar makam. Namun karena hal itu banyak bala dan musibah yang datang kala itu.

"Oleh karena itu kami membentuk majelis tinggi kerapatan empat suku Melayu Kenegerian Kubu, dimana empat suku yang membentuk Kenegerian Kubu ini bergabung menjadi satu," kata pria bergelar Encik Wira Siak ini.

Lanjutnya, ritual ini bukanlah ajang untuk dijadikan tontonan. Ratib Kerambai tidak boleh ditonton dan perempuan tak boleh ikut serta dalam ritual ini, sekalipun gadis kecil. Ini merupakan pantangan dan larangan sedari dulu.

Zuhaifi menjelaskan, ritual diawali dengan persiapan di makam, kemudian sambutan dari pimpinan ratib yang disebut syekh ratib, tokoh dan majelis-majelis di Kubu. Dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci Alquran, kemudian dijelaskan sejarah singkat ritual ini, dilakukan pula tahlil dan doa, lalu dikumandangkan azan oleh dua orang. Barulah para pria masuk ke sampan dan mulai dari bertolak.

"Hingga sampai ke Tanjung Pulau dekat laut, kalimat-kalimat tauhid dan zikir terus dilafalkan. Di sana dilakukan lagi ratib, dibacakan ayat pendek, tahlil, doa, dikumandangkan azan kembali, dan acara pun selesai," kata dia.

Untuk tahun 2022 sendiri, tradisi ini diikuti oleh sekitar 380 pria dengan mengendarai 70 sampan boat yang mengarah hingga ke Tanjung Pulau. Menurut Zuhaifi, ia dan Dewan Pengurus Harian sebagai generasi penerus berkewajiban untuk melestarikan simpul-simpul tradisi yang ada di Kenegerian Kubu.

Pihaknya kemudian mendaftarkan tradisi ini ke Dinas Kebudayaan Provinsi Riau, dan dilanjutkan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Berbuah manis, perjuangan mereka menjadikan tradisi Ratib Kerambai dinobatkan sebagai warisan budaya bukan benda. "Alhamdulillah tahun 2021 Ratib Kerambai masuk kedalam penghargaan warisan budaya tak benda. Ini suatu kebanggaan kami tentunya," kata dia.

ANNISA FIRDAUSI

Baca: Mandi Balimau, Tradisi Sekaligus Wisata Religi Sambut Ramadan

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.